Jumat, 25 September 2009

Sampah Menjadi Kompos (Pupuk Cair)

INTISARITANI CAHYONO



Mengubah Sampah Menjadi Kompos

AGAR sampah bisa dijadikan sebagai bahan baku kompos, langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan pemilahan sampah sesuai jenis. Saat ini memang masih terasa sulit memilah-milah sampah. Namun, bila sejak awal sudah dibiasakan, pemilahan akan lebih mudah dilakukan. Pemilahan sebaiknya sudah dilaksanakan sejak tingkat rumah tangga, pasar, atau komunitas lain. Sampah organik dipisah dari sampah non-organik. Caranya, dengan menempatkan masing-masing jenis ke dalam kantong plastik yang berbeda warna. Misalnya kantong plastik bening untuk sampah organik, kantong plastik putih untuk sampah kertas/karton, dan kantong warna hitam untuk jenis sampah lainnya. Sampah hasil pemilahan lalu dikirim ke titik RT (first line point). Selanjutnya, oleh petugas yang dibiayai oleh masyarakat, sampah itu dibawa ke titik pengumpulan RW (second line point). Dari situ dibawa ke tingkat kelurahan (third line point), untuk kemudian diangkut ke pabrik kompos. Sedangkan sampah nonorganik seperti besi dikirim ke pedagang besi tua, sampah plastik ke pabrik plastik daur ulang, sampah kertas/karton ke pabrik kertas/karton daur ulang. Demikian pula dengan sampah berupa kaca. Di pabrik kompos, sampah organik langsung dicacah menjadi halus. Setelah itu, dibawa ke lokasi pembuatan kompos yang letaknya di tempat yang sama. Para pemulung yang jumlahnya begitu banyak dapat dilibatkan dalam pembuatan kompos ini. Proses pembuatan kompos ini sangat sederhana sehingga mereka jika dilatih akan menguasainya dengan cepat. Jika proses ini dapat diselesaikan dalam waktu sehari selesai (one day finish), bau busuk akan hilang dengan sendirinya. Sampah organik dapat dibuat menjadi kompos hanya dalam waktu dua minggu, sisanya memerlukan waktu lebih lama. Sisanya, sebanyak 15-20 persen sampah organik yang tak terurai akan dibakar dan arangnya bisa dimanfaatkan untuk menaikkan pH tanah dan mengikat unsur logam berat yang beracun.

Kebutuhan lahan

Lahan yang diperlukan sekira 1 m2 per 2 m3 sampah dikalikan potensi jumlah sampah yang ada dan waktu yang diperlukan untuk mengolah sampah. Misalnya, produksi sampah mencapai 150.000 ton/bulan, lahan yang dibutuhkan mencapai 15 ha. Lahan tersebut bisa dibagi menjadi 3-4 lokasi agar jarak tempuh kendaraan pengangkut tidak terlalu jauh. Setiap pekerja dapat membuat kompos sekira 1 ton/hari. Jika tiap kg kompos "dibeli" dengan harga Rp 25,00/kg, mereka akan mendapatkan penghasilan Rp 25.000,00 hari. Sampah organik sebanyak 2.000 ton setelah diolah dan disaring akan menjadi 1000-1200 ton saja atau dengan angka konversi 50-60 persen. Sisanya menguap. Biaya pembuatan kompos sekira Rp 75,00 - Rp 100,00/kg, termasuk biaya pembelian mikroba pelapuk bahan organik sebesar Rp 6.000,00 - Rp 33.000,00/ton sampah. Jika harga jualnya sekira Rp 200,00/kg maka kompos ini akan laris terjual. Saat ini harga kompos di pabrik sekira Rp 350,00 - Rp 1.50,00/kg, umumnya hanya terserap oleh tanaman hias dan beberapa jenis tanaman hortikultura dan pangan. Kompos sangat dibutuhkan untuk lahan pertanian karena fungsinya yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. Kesuburan kimia dan fisik tanah akan bertambah dan selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Di bidang perikanan, misalnya tambak umur pemeliharaan ikan dapat dipersingkat. Areal bekas pertambangan akan sangat baik jika diberi kompos, lahan yang sudah rusak dapat ditanami kembali.

Kandungan hara

Kompos yang baik mengandung unsur hara makro Niotrogen > 1,5 % , P2o5 (Phosphat) > 1 % dan K20 (Kalium ) > 1,5 %, disamping unsur mikro lainnya. C/N ratio antara 15-20 , diatas atau dibawah itu kurang baik. Untuk kepentingan bisnis, pupuk kompos yang dihasilkan harus mempunyai kualitas yang ajek dan supply yang berkesinambungan. Pupuk kompos untuk tanaman organik, jika unsur haranya kurang dapat ditambah dengan bahan organik lainnya. Nitrogen dapat ditambahkan urine ternak, mikroba pengikat Nitrogen, pupuk organik yang berasal dari hewani seperti ikan, darah, dll. Phosphat dapat ditambahkan dari pupuk guano atau rock phosphat, dapat juga dicampurkan dengan mikroba pelepas phosphat. Kalium dapat ditambahkan dari arang/abu batok kelapa/kelapa sawit, abu bekas incenerator, dll. Pupuk kompos yang tidak diperuntukkan bagi tanaman organik, selain dari campuran di atas dapat pula diberikan campuran dengan pupuk buatan. Jadi, pupuk seperti ini hanya dipergunakan untuk tanaman nonorganik. Karena bahan baku sampah tidak tetap, diperlukan campuran dengan bahan lain agar kualitasnya terjaga. Quality control harus diterapkan di sini, sehingga orang yang membeli benar-benar puas.

Jenis kompos

Produksi kompos dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok. Pertama, kompos murni. Pupuk ini ditujukan untuk lahan tanaman organik, namun juga dapat digunakan untuk lahan pertanian nonorganik. Kedua, kompos plus mikroba (pengikat N dan pelepas P). Pupuk yang telah diperkaya ini juga diperuntukkan untuk lahan pertanian organik, namun juga dapat digunakan untuk lahan pertanian nonorganik (biasa). Ketiga, kompos plus pupuk buatan. Pupuk ini hanya dapat digunakan untuk lahan pertanian nonorganik Pada dasarnya kompos dapat meningkatkan kesuburan kimia dan fiisik tanah yang selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Pada tanaman hortikultura (buah-buahan, tanaman hias, dan sayuran) atau tanaman yang sifatnya perishable ini hampir tidak mungkin ditanam tanpa kompos. Demikian juga di bidang perkebunan, penggunaan kompos terbukti dapat meningkatkan produksi tanaman. Di bidang kehutanan, tanaman akan tumbuh lebih baik dengan kompos. Sementara itu, pada perikanan, umur pemeliharaan ikan berkurang dan pada tambak, umur pemeliharaan 7 bulan menjadi 5-6 bulan. Selain itu, kompos membuat rasa buah-buahan dan sayuran lebih enak, lebih harum dan lebih masif. Hal inilah yang mendorong perkembangan tanaman organik, selain lebih sehat dan aman karena tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia rasanya lebih baik, lebih getas, dan harum. Penggunaan kompos sebagai pupuk organik saja akan menghasilkan produktivitas yang terbatas. Penggunaan pupuk buatan saja (urea, SP, MOP, NPK) juga akan memberikan produktivitas yang terbatas. Namun, jika keduanya digunakan saling melengkapi, akan terjadi sinergi positif. Produktivitas jauh lebih tinggi dari pada penggunaan jenis pupuk tersebut secara masing-masing.Selain itu, air lindi yang dianggap mencemarkan sumur di lingkungan TPA dapat dijadikan pupuk cair atau diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan ke saluran umum. Keuntungan lainnya dengan dihilangkannya TPA (tempat pembuangan akhir) dan diganti dengan TPK (tempat pengolahan kompos) alias pabrik kompos, lahan untuk sampah ini tidak berpindah-pindah, cukup satu tempat untuk kegiatan yang berkesinambungan.Dengan demikian, pembuatan kompos dari sampah organik perkotaan akan sangat menguntungkan. Pemkot pun bisa mendapatkan penghasilan tambahan. Jika dalam sehari ada 5.000 ton sampah, dalam sehari tersedia 3.500 ton sampah organik yang siap dikonversi menjadi kompos. Dengan asumsi 1 kg sampah organik bisa menghasilkan 0,6 kg kompos, dalam sehari bisa dihasilkan 2.100 ton kompos. Dalam sebulan tersedia 63.000 ton kompos. Jika tiap kg kompos dijual dengan harga Rp 200,00, gross income per bulannya mencapai 12,6 miliar dan net income Rp 6,3 miliar. Lumayan besar. Jadi, kenapa tidak coba dimulai mendirikan pabrik kompos.***

Ir. Memet Hakim, MM

Instruktur Manajemen Sampah

sumber : Pikiran Rakyat Online

Penyakit Antraknose Pada Tanaman Cabai Dan Pengendaliannya

INTISARITANI CAHYONO

Pendahuluan
Cabai merah ( Capsicum annum L) merupakan salah satu komoditas unggulan Provinsi Lampung yang umumnya diusahakan di lahan kering baik pada dataran tinggi maupun dataran rendah. Selain dikonsumsi segar cabai juga merupakan bahan baku industri makanan, farmasi, kosmetik, dll. Sebagai penyedap makanan cabai mengandung vitamin C yang cukup tinggi sehingga tidak mengherankan jika cabai menjadi sumber pendapatan sebagian besar petani sayuran. Diantara komoditas sayuran lainnya, luas panen cabai termasuk tinggi, tetapi produktivitas yang dihasilkan belum menggembirakan. Menurut Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Propinsi Lampung tahun 2004, Luas panen cabai di Lampung 5.563 ha, dengan tingkat produktivitas rata-rata di tingkat petani 2,06 ton/ha. Hasil ini masih termasuk rendah jika dibandingkan dengan rata-rata produksi Naisonal yang mencapai 6,72 ton/ha.
Rendahnya produksi cabai di Provinsi Lampung salah satu kendalanya adalah adanya serangan penyakit antraknose. Penyakit ini sebagian besar menyerang pertanaman cabai di wilayah Kabupaten Tanggamus dan kabupaten Lampung Selatan yang sampai saat ini pengendalian dilakukan dengan menggunakan pestisida. Hal ini disebabkan terbatasnya pengetahuan petani maupun petugas. Oleh karena itu dengan adanya informasi lewat media diharapkan dapat memecahkan masalah–masalah yang dihadapi oleh petani dan pengguna lainnya.

Faktor Penyebab timbulnya Penyakit:

a. Virus: tidak dapat menyebar secara aktif kelain tanaman atau tempat. Untuk menyebar diperlukan serangga faktor seperti kutu daun, lalat putih, wereng, tungau, dan lain nya. Cara lain penyebaran virus ini melalui organ generatif yang digunakan sebagai bibit. Gejala virus secara langsung dipengaruhi oleh faktor luar yaitu kelembaban, temperatur, dan angin
b. Bakteri: Penyakit menyebar melalui air dan tanah. Air merupakan medium utama penyebaran bakteri ke tempat lain di permukaan tanah. Faktor yang paling mempengaruhi adalah kelembaban tanah dan udara. Kelembaban tinggi mendorong dengan cepat terjadinya infeksi. Gejala yang ditimbulkan bervariasi tergantung jenis bakteri dan jaringan yang diserang. Gejala serangan meliputi layu, busuk buah, bercak daun, kudis, dan benjolan. Gejala serangan bervariasi dan menyerang hampir seluruh bagian tanaman. Ciri utama serangan di daun belakang dan buah, terdapat cendawan seperti tepung atau kapas. Gejala lain terdapat bercak pada bagian yang terserang.
Penyebab Antraknose Penyakit Antraknose merupakan penyakit paling menakutkan, serangannya tidak terbatas pada saat buah masih tergantung, tetapi juga mengancam setelah buah di panen. Penyebab adalah jamur Gloesporarium piperantum dan Colletrichum capsici. Jamur ini tersebar dibawah kutikula, mempunyai banyak sekta berwarna coklat tua. Spora berbentuk oval yang ujungnya tumpul dan bengkok.
Gejala Serangan:Gejala awal dimulai dari munculnya bercak kuning pada bagian pucuk yang kemudian berlanjut ke bagian bawah yaitu daun, ranting, dan cabang akan busuk kering yang kemudian berubah menjadi coklat kehitaman. Buah yang terserang akan menjadi lunak dan busuk. Serangan berat menyebabkan seluruh buah keriput dan mengering serta warna kulit buah seperti jerami padi. Sedangkan bila batang yang terserang terlihat berupa benjolan.
Pencegahan dan Pengendalian

1. Menanam varietas yang toleran antraknose seperti varietas: Laris, Cemeti, dan Tanjung lebar 1 (non hibrida), sedangkan varietas yang hibrida meliputi: Nenggala 1, Kresna, Salero, Taro, Lado, CTH 01, dan Arimbi.

2. Melakukan pemupukan berimbang yaitu: 150 – 200 kg Urea, 450- 500 kg Za, 100- 150 kg TSP/SP-36, dan 100 – 150 kg KCl serta 20 -30 ton pupuk organik /ha.

3. Pada dataran tinggi dapat dilakukan Intercropping antara tanaman cabai dan tomat, selain dapat mengurangi serangan hama/penyakit juga dapat meningkatkan hasil panen

4. Dengan menggunakan mulsa plastik perak untuk dataran tinggi, dan jerami padi pada dataran rendah, yang dapat mengurangi infestasi antraknose terutama pada musim hujan.

5. Melakukan pemangkasan pada bagian tanaman yang terserang dan memusnahkannya

6. Mengatur waktu tanam, agar saat panen tidak jatuh pada musim hujan

7. Mengatur jarak tanam dengan tujuan menjaga kelembaban

8. Melakukan monitoring tiap 7 hari sekali dan jika terdapat lebih dari 10 % serangan, maka lakukan penyemprotan dengan menggunakan fungisida klorotalonil (Daconil 500 F) atau jenis Prifineb ( Antracol 70 WP ) dengan dosis 2 gram/lit

Senin, 21 September 2009

Gemini Virus Pada Tanaman Cabe

INTISARITANI CAHYONO

Akhir-akhir ini penyakit virus kuning pada cabai telah mengakibatkan kerugian di berbagai sentra produksi cabai di Indonesia. Di DIY, Jawa Tengah, Sumatera Barat dan Lampung, epidemi penyakit ini telah menyebabkan kerugian bagi petani hingga mencapai milyaran rupiah. Samapai sekarang belum ditemukan varietas cabai yang tahan terhadap penyakit ini. Virus mempunyai kisaran inang yang luas dan mampu menginfeksi beberapa jenis tanaman, diantaranya tomat dan gulma wedusan/babadotan (Ageratum conyzoides). Tanaman cabai yang terserang virus ini menunjukkan gejala: daun menguning cerah/pucat, daun keriting (curl), daun kecil-kecil, tanaman kerdil, bunga rontok, tanaman tinggal ranting dan batang saja, kemudian mati. Infeksi virus pada awal pertumbuhan tanaman menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan tidak menghasilkan bunga dan buah. Gejala kuning dapat dilihat dari kejauhan. Sedangkan gejala pada tanaman tomat adalah berupa tepi daun menguning atau pucat dan melekuk ke atas seperti mangkok (cupping),daun mengeras, daun mengecil dan tumbuh tegak, tanaman menjadi kerdil apabila terinfeksi virus sejak awal pertumbuhan. Penyakit kuning cabai di Indonesia disebabkan oleh virus dari kelompok/Genus Begomovirus (singkatan dari: Bean golden mosaic virus), Famili Geminiviridae. Geminivirus dicirikan dengan bentuk partikel kembar berpasangan (geminate) dengan ukuran sekitar 30 x 20 nm. Di Cuba, penyakit kuning pada cabai disebakan oleh Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV). Virus ditularkan oleh kutu putih atau kutu kebul (Bemisia tabaci) secara persisten yang berarti selama hidupnya virus terkandung di dalam tubuh kutu tersebut. Virus tidak ditularkan lewat biji dan juga tidak ditularkan lewat kontak langsung antar tanaman. Pengendalian penyakit yang dianjurkan adalah dengan menerapkan Manajemen Kesehatan Tanaman, artinya tanaman harus dikelola agar selalu tetap sehat, karena tanaman yang sehat akan lebih tahan terhadap infeksi virus. Pengendalian penyakit meliputi: (1) Pengolahan tanah dan pemupukan berimbang, (2) Penggunaan bibit sehat, yaitu: (a) pengerudungan persemaian menggunakan kain kasa/kelambu; (b) tempat persemaian yang terisolasi jauh dari lahan yang terserang penyakit; (c) semai dilindungi dengan pestisida nabati seperti nimba, ekstrak tembakau, dsb; (d) perlindungan dengan pestisida kimiawi dapat dilakukan secara bijaksana, (3) Sanitasi lingkungan di sekitar pertanaman cabai termasuk menghilangkan gulma dan eradikasi tanaman sakit sejak awal pertumbuhan, (4) Mengatur waktu tanam agar tidak bersamaan dengan tingginya populasi serangga penular, jarak tanam yang tidak terlalu rapat, dan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang dari virus maupun serangga, (5) Pengendalian dengan insektisida kimiawi secara bijaksana, misalnya yang berbahan aktif imidacloprid, penyemprotan kutu putih sebaiknya dilakukan pada pagi hari antara jam 06:00-10.00 (6) Tanaman tahan atau toleran terhadap virus maupun serangga penular.

BUDIDAYA HORTIKULTURA DIMUSIM HUJAN KENDALA DAN KIAT MENGATASINYA

INTISARITANI CAHYONO
Hujan datang lagi……!!! Begitulah luapan kegembiraan para petani menyambut datangnya hujan di pertengahan bulan penghujan. Bagaimana tidak? Kenyataan adanya kekeringan yang berkepanjangan telah membuat kita merana apalagi petani yang selama ini menggantungkan hidupnya dari bercocok tanam.Hujan memang selalu ditunggu banyak petani karena masa bero , gagal panen dan berebut air dapat segera diakhiri . Kedatangannya mampu menghijaukan kembali rumput dan hutan yang mengering; memunculkan harapan baru untuk dapat berhasil dalam bertani, serta memotong siklus hama yang telah menguras tenaga dan biaya di musim kemarau.Budidaya sayuran selalu dilakukan sepanjang musim baik musim kemarau maupun musim hujan karena konsumen sayuran lebih menyukai produk segar dibandingkan dengan produk olahan. Hujan selain memudahkan petani untuk mendapatkan air dalam budidaya tanaman sayuran juga berarti sejumlah tantangan dan kendala yang akan datang dan mengancam keberhasilan panen atau menurunnya mutu produk sayuran. Perubahan fisik yang muncul akibat hujan bagi lingkungan tumbuh tanaman adalah meningkatnya kelembaban udara dan meningkatnya kandungan air dalam tanah. Kedua hal tersebut berdampak pada percepatan perkembangan patogen baik jamur maupun bakteri, terganggunya keseimbangan nutrisi tanaman di dalam tanah serta munculnya kerusakan fisik lain berupa pecah batang , pecah buah juga robohnya tanaman. Beberapa teknik untuk meningkatkan keberhasilan budidaya sayuran akan disajikan dan dilengkapi dengan tinjauan penyakit-penyakit utama yang biasa menyerang tanaman di musim hujan, uraian singkat mengenai siklus air, proses kehilangan dan pergerakan nutrisi tanaman utama, serta uraian dampak genangan air pada tanaman.
• Kerusakan Tanaman Akibat Kelebihan Air
Organ tanaman sayuran banyak yang bersifat sukulen atau mempunyai kandungan air yang tinggi. Karena air hujan juga mengandung cukup banyak nitrogen maka beberapa jenis sayuran cenderung lebih mudah pecah pada waktu hujan sebagai contoh pecahnya batang tanaman melon, pecah buah semangka dan pecah kubis. Akibat lain dari kebanyakan air bagi tanaman sayuran adalah munculnya gejala layu karena tanaman keracunan nitrogen. Prosesnya dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada waktu air memenuhi seluruh rongga udara di dalam tanah maka kebutuhan oksigen akar tidak terpenuhi. Pada kondisi cukup oksigen nitrogen tersedia bagi tanaman dalam bentuk NH4+ atau NO3- sedangkan pada kondisi anaerob atau tergenang air ion-ion nitrogen tersebut tereduksi menjadi NO2- yang sangat beracun bagi tanaman. Sebagian besar tanaman sayuran sangat peka terhadap kebanyakan air.Kebanyakan air dalam tanah juga menyebabkan rendahnya daya dukung tanah terhadap tetap tegaknya tanaman menjadi rendah. Hal yang sering terjadi adalah robohnya tanaman akibat hujan angina meskipun tanaman sudah ditopang dengan lanjaran.Gangguan lain yang disebabkan oleh limpahan air hujan adalah keseimbangan nutisi dalam tanah. Bentuknya dapat berupa rontoknya bunga dan buah serta turunnya mutu buah khususnya dalam kemanisan buah.Teknik budidaya yang paling popular digunakan untuk mengurangi kelebihan air adalah dengan pembuatan saluran drainase. Terdapat dua macam cara pembuatan saluran drainase yaitu saluran drainase di atas permukaan tanah dan saluran drainase di bawah permukaan tanah.Saluran drainase di atas permukaan tanah dimaksudkan untuk mengurangi genangan, mencegah kejenuhan air yang berkepanjangan dan mempercepat aliran ke arah pembuangan tanpa terjadinya erosi tanah. Drainase ini mencakup parit-parit pemasukan dan pembuangan dalam petak penanaman termasuk di dalamnya parit yang ada diantara bedeng penanaman.Saluran drainase di bawah permukaan dimaksudkan untuk memindahkan kelebihan air di dalam tanah. Drainase ini dapat menurunkan tingginya kandungan air baik karena curah hujan, air irigasi permukaan , limpasan dari dataran yang lebih tinggi, dan air resapan. Bentuknya bervariasi ada drainase gorong-gorong, drainase batu, drainase kotak dan drainase bamboo.
• Kerusakan Akibat Meningkatnya Perkembangan Penyakit
Datangnya musim hujan biasanya bulan Oktober hingga Maret selain memberikan persediaan air yang cukup bagi tanaman, ternyata juga dapat memberikan dampak negatif berupa lingkungan udara yang lembab. Kelembaban yang tinggi ini sangat kondusif bagi perkembangan tumbuhnya jamur maupun bakteri. Sayangnya, tidak hanya jamur dan bakteri yang menguntungkan yang hidup secara pesat dalam keadaan ini, melainkan juga yang merugikan. Bahkan disinyalir pertumbuhan jamur yang merugikan termasuk diantaranya penyebab berbagai penyakit tanaman bisa lebih tinggi. Akibatnya tentu saja resiko serangan penyakit di musim hujan menjadi lebih tinggi dibandingkan musim kemarau. Adanya penyakit pada tanaman hortikultura tentu saja merugikan karena selain dapat mengurangi produktivitas maupun kualitas, juga dapat menyebabkan kegagalan panen. Berikut adalah beberapa penyakit tanaman sayuran yang biasa dijumpai di musim hujan yang menyebabkan kegagalan atau menurunkan mutu produk sayuran :
• Tanaman Cabai

Antracnose (Busuk Buah)
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Collectroticum gloeosporioides dan dilaporkan ditemukan di hampir seluruh dunia. Adapun gejala serangannya antara lain sebagai berikut : Pada buah muda ataupun tua permukaanya nampak bercak berair dan berkembang dengan cepat hingga berdiameter 3 – 4 cm. Bercak luka menurun dan berwarna merah tua kehitaman yang menampakkan massa spora yang berbentuk melingkar – lingkar. Adanya musim hujan dengan suhu dan kelembaban yang tinggi ini menjadi penyebab meningkatnya perkembangan jamur. Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara : treatment benih, rotasi tanaman dan aplikasi fungisida Victory 80WP diselingi Promefon 250EC.
Cercospora Leaf Spot
Penyakit ini sama halnya seperti cacar pada manusia yaitu menimbulkan bintik-bintik/bercak-bercak melingkar terutama pada daunnya. Penyebabnya tidak lain adalah jamur Cercospora capsici. Penyakit bercak daun ternyata menyebar merata di seluruh dunia khususnya pada tanaman cabai.
Gejala serangan daun yang terluka berbentuk bulat dengan diameter 1 cm yang dikelilingi warna coklat dan berwarna abu-abu di tengahnya (seperti mata katak). Serangan yang terjadi menyebabkan daun rontok, baik dengan gejala daun menguning ataupun tanpa gejala daun menguning. Luka yang timbul pada batang, tangkai daun, dan tangkai buah berbentuk elips dengan pusat abu-abu yang dikelilingi warna gelap disekitarnnya. Buahnya tidak ikut terserang penyakit ini. Jamur ini terdapat pada benih dan seresah daun yang telah terkena serangan. Lamanya waktu hujan dan kebasahan daun serta jarak tanam yang rapat dapat mendorong perkembangan penyakit. Penyemprotan fungisida Victory 80WP dapat mengendalikan penyakit, tetapi perkembangannya bergantung pada kondisi lingkungan sekitarnya apakah sesuai untuk perkembangan penyakit ini.
Bacterial Spot
Bacterial spot atau bercak bakteri pada tanaman cabai berbeda dengan bercak melingkar cercospora. Penyakit ini disebabkan oleh Xanthomonas campestris pv. Vesicatoria. Penyakit ini termasuk salah satu penyakit cabai yang umum dialami petani karena ditemukan di seluruh dunia. Gejala Serangannya ditandai dengan timbulnya bercak berair yang mengering dengan dikelilingi warna kuning pada daun. Luka yang timbul dimulai dari bagian atas hingga mencapai bawah daun. Daun yang terkena serangannya menjadi kuning dan rontok. Luka pada buah berwarna gelap dan berbintik-bintik. Bercak nekrotis timbul pada batang dan tangkai daun. Perkembangan jamur ini disebabkan karena terbawa benih dan bisa berada pada seresah daun dari tanaman yang terserang. Banyak jenis bakteri ini yang menyerang cabai dan tomat. Penyakit ini juga didorong oleh suhu tinggi, kabut yang tebal, serta pengairan dengan system leb.Pengendaliannya dapat dilakukan dengan melakukan pergiliran dengan tanaman yang tahan dan non-sayur. Selain itu juga dengan menggunakan benih yang bebas hama dan penyakit. Jenis varietas yang tahan terhadap penyakit ini mulai banyak, tetapi terkadang tidak untuk semua jenis bakteri. Penyemprotan fungisida tembaga seperti Kocide 77WP sangat efektif dalam mengendalikan serangan penyakit ini. Sungkup untuk menahan hujan juga dapat mengurangi serangan penyakit ini di musim penghujan.
Bacterial Soft Rot
Penyakit busuk lunak bakteri ini disebabkan oleh Erwinia carotovora sub sp. Carotovora dan ditemukan di seluruh dunia. Gejala Serangan ditandai dengan adanya bercak berair yang menyebar ke seluruh buah. Buah yang terserang menjadi rontok atau tergantung seperti kantong yang penuh air. Selama masa panen, pembusukan biasanya dimulai pada batang dan diikuti oleh buah. Penyakit ini ternyata tidak hanya menyerang cabai saja melainkan dapat terjadi pada berbagai macam buah dan sayuran. Bakteri penyebab penyakit ini terdapat pada seresah tanaman, serangga, bahkan di tanah. Bakteri ini masuk ke tanaman melalui luka yang ditimbulkan oleh serangga taupun luka mekanis.

Kondisi hujan dan suhu yang tinggi sangat sesuai untuk perkembangan bakteri ini. Buah yang telah dipanen pun bisa terkena penyakit ini dari air yang digunakan untuk mencuci buah. Untuk mengendalikannya dapat dilakukan pergiliran tanaman atau dengan dengan menanam tanaman yang tahan serta non-sayur. Selain itu system darinase lahan pun harus diperbaiki sehingga lahan cepat mengering dan mengurangi percikan air tanah. Kemudian pemanenan buah dianjurkan dilakukan saat kondisi kering dan hati-hati untuk menghindari adanya luka. Jika memungkinkan sebisa mungkin menghindari mencuci buah dengan air sembarang sebelum disterilisai dengan klorin.
Bacterial Wilt
Bacterial Wilt atau layu bakteri pada cabe yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum ini termasuk salah satu penyakit yang ditakuti petani cabe. Meskipun hanya ditemukan di daerah tropis dan subtropics yang memiliki curah hujan tinggi saja namun kerusakan akibat penyakit ini tidaklah sedikit karena bisa mengancam kegagalan panen yang cukup besar. Awal gejala serangan yang timbul adalah adanya layu pada daun terbawah (atau daun teratas pada bibit) yang diikuti oleh layu yang tiba-tiba pada seluruh tanaman tanpa adanya gejala kekuningan pada tanaman. Penyakit ini timbul pada sekelompok tanaman saja atau mungkin hanya satu tanaman saja. Jaringan angkut tanaman sakit menjadi coklat serta pembusukan pada korteks yang dekat dengan tanah. Aliran bakteri akan muncul dari jaringan angkut tanaman yang dipotong melintang dari batang terbawah dan akan mengendap di air. Penyakit ini dapat menyerang hampir pada 200 jenis tanaman yang berbeda. Tanaman yang sering terserang adalah tomat, tembakau, kentang dan terung, disamping itu juga sangat merusak pada tanaman cabai. Bakteri ini dapat bertahan di tanah dalam waktu lama. Masuknya bakteri ini melalui luka pada akar ataupun luka akar yang disebabkan oleh serangga, nematode, atau pengolahan tanah. Suhu yang tinggi dan kelembaban tanah yang tinggi sangat sesuai untuk perkembangan penyakit ini. Pengendalian penyakit layu dapat dilakukan antara lain : dengan menggunakan bedeng semai yang bebas dari hama dan penyakit, melakukan fumigasi pada bedeng semai serta sterilisasi media tanam. Kemudian lakukan pergiliran tanaman dengan tanaman lain seperti padi misalnya, pergiliran ini akan mengurangi jumlah bakteri. Hindari system penanaman yang dapat merusak akar. Gunakan bedengan yang lebih tinggi untuk memudahkan drainase. Cabai besar lebih tahan terhadap penyakit ini dibanding paprika. Jenis yang tahan terhadap penyakit ini sedang dikembangkan tetapi belum tersedia. Untuk tindakan pencegahan dapat dilakukan penyemprotan larutan Kocide 77WP konsentrasi 5 gr/L dengan volume semprot 200 ml/tanaman saat tanaman mulai berbuah atau mulai ada gejala serangan dengan interval 14 hari.
• Tanaman Kubis-kubisan
Alternaria Leaf Spot
Seperti halnya pada tanaman cabe, bercak alternaria pun dapat menyerang kubis-kubisan. Namun, penyakit pada kubis ini disebabkan oleh Alternaria brassicae, A. brassicicola. Hampir seluruh tanaman kubis-kubisan sangat peka terhadap bercak daun Alternaria dan dapat menyerang tanaman pada seluruh fase pertumbuhan. Gejala yang ditimbulkan oleh 2 pathogen ini sama dan bisa ditemukan dalam satu tanaman. Serangan pada tanaman di persemaian dapat mengakibatkan damping off atau tanaman kerdil. Bentuk Bercak daun sangat beragam ukurannya dari sebesar lubang jarum hingga yang berdiameter 5 cm. Umumnya serangan dimulai dengan adanya bercak kecil pada daun yang membesar hingga kurang lebih berdiamter 1,5 cm dan berwarna gelap dengan lingkaran konsentris. Perubahan warna menjadi coklat pada head cauliflower dan brokoli juga disebabkan oleh pathogen ini. Patogen ini juga menimbulkan bercak elips nekrotis pada benih. Penyakit ini disebabkan oleh patogen yang terbawa benih. Alternaria sendiri dapat disebarkan oleh angin. Serangan dapat dipercepat oleh cuaca yang lembab dengan suhu optimum antara 25 – 30oC. Pengendalian yang dapat dilakukan antara lain : menggunakan benih yang bebas dari patogen ini. Air panas dan perlakuan benih dengan bahan kimia juga sangat efektif. Kemudian , penggunaan fungisida Promefon 250EC juga dapat diterapkan untuk mengendalikan perkembangan beberapa penyakit. Hindari penyiraman pada head cauliflower dan brokoli untuk mencegah pembusukan head.
Bacterial Soft Rot
Penyakit busuk lunak ini sangat sering dijumpai pada tanaman kubis-kubisan. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora ini ditemukan di seluruh dunia. Busuk lunak dapat menyerang seluruh tanaman kubis-kubisan, tetapi lebih sering menyerang sawi putih dan kubis. Jaringan tanaman yang telah terserang menunjukkan gejala basah dan diameter serta kedalamannya melebar secara cepat. Bagian tanaman yang terkena menjadi lunak dan berubah warna menjadi gelap apabila serangan terus berlanjut. Tanaman yang terkena busuk lunak menimbulkan bau yang khas yang dimungkinkan oleh adanya perkembangan organisme lain setelah pembusukan terjadi. Serangan ini bisa terjadi di lahan, saat pengangkutan, ataupun saat penyimpanan. Bakteri busuk lunak timbul dari seresah tanaman yang telah terinfeksi, melalui akar tanaman, dari tanah, dan beberapa serangga. Luka pada tanaman seperti stomata pada daun, serangan serangga, kerusakan mekanis, ataupun bekas serangan dari pathogen lain merupakan sasaran yang empuk untuk serangan bakteri.

Hujan dan suhu yang tinggi mendorong penyebaran di lahan. Infeksi pada saat pengangkutan dan penyimpanan merupakan kontaminasi bakteri saat di lahan maupun pasca panen melalui peralatan pengangkutan dan panen serta tempat penyimpanan. Bakteri busuk lunak dapat berkembang pada suhu 5 – 37oC dengan suhu optimum berkisar 22oC. Pengendalian secara preventif bisa ditempuh melalui kebersihan lingkungan dan sistem budidaya. Menunggu tanah melapukkan sisa-sisa tanaman lama di lahan sebelum menanam tanaman selanjutnya sangat dianjurkan untuk mengatasi hal ini. Lahan harus memiliki drainase yang baik untuk mengurangi kelembaban tanah serta jarak tanamnya harus cukup memberikan pertukaran udara untuk mempercepat proses pengeringan daun saat basah. Pembuatan pelindung hujan dapat pula menghindari percikan tanah dan pembasahan daun yang akan mengurangi gejala busuk lunak. Penyemprotan bacterisida seperti Kocide 77WP dengan interval 10 hari sangat dianjurkan terutama saat penanaman musim hujan.
Black Rot
Penyakit busuk hitam (Black rot) yang disebabkan Xanthomonas campestris pv. Campestris termasuk salah satu penyakit penting pada tanaman kubis-kubisan. Busuk hitam dapat menyerang seluruh tanaman kubis-kubisan. Gejala awal yang timbul adalah pada tepi daun dan berlanjut hingga klorosis membentuk huruf V. Dengan berjalannya waktu, gejala yang timbul tadi kemudian mengering dan seperti terbakar (nekrotis). Serangan umumnya terjadi pada pori daun, tetapi tidak menutup kemungkinan dapat menyerang di bagian daun mana saja yang telah terserang serangga ataupun luka secara mekanis sehingga memudahkan bakteri masuk. Bakteri ini menyerang jaringan pengangkutan tanaman dan dapat berpindah secara sistematis dalam jaringan pengangkutan tanaman tersebut. Jaringan angkut yang terserang warnanya menjadi kehitaman yang dapat dilihat sebagai garis hitam pada luka atau bisa juga diamati dengan memotong secara melintang pada batang daun atau pada batang yang terkena infeksi. Busuk hitam juga dapat menyebabkan terjadinya busuk lunak. Bakteri banyak terdapat pada seresah dari tanaman yang terinfeksi, tetapi akan mati jika serasah tadi melapuk. Bakteri ini juga terdapat pada tanaman kubis-kubisan yang lain dan tanaman rumput-rumputan serta dapat pula terbawa benih. Suhu serta curah hujan yang tinggi sangat sesuai untuk perkembangan busuk hitam. Bakteri ini berada pada tetesan butir air dari tanaman yang terluka serta dapat menyebar ke seluruh tanaman melalui manusia ataupun peralatan yang sering bergerak melintasi lahan saat kondisi tanaman sedang basah.Pengendalian dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman yang bukan jenis kubis-kubisan, sehingga akan memberikan waktu yang cukup bagi seresah dari tanaman kubis-kubisan untuk melapuk. Lalu menggunakan benih bebas hama dan penyakit yang dihasilkan di iklim yang kering. Hindari untuk bekerja di lahan saat daun tanaman basah. Tanamlah varietas kubis yang tahan terhadap busuk hitam. Penyemprotan bakterisida Kocide 77WP sangat dianjurkan , terutama untuk budidaya di musim penghujan.
ClubrootClubroot atau Akar Gada
merupakan penyakit terpenting pada tanaman kubis-kubisan yang disebabkan oleh jamur Plasmodiophora brassicae. Penyakit ini menyebar merata diseluruh areal pertanaman kubis di seluruh dunia; sering dijumpai pada daerah dataran rendah dan dataran tinggi . Hampir seluruh tanaman kubis-kubisan sangat rentan terserang akar gada. Kubis, sawi putih, dan Brussels sprout sangat rentan terkena akar gada. Gejalanya adalah pembesaran akar halus dan akar sekunder yang membentuk seperti gada. Bentuk gadanya melebar di tengah dan menyempit di ujung. Akar yang telah terserang tidak dapat menyerap nutrisi dan air dari tanah sehingga tanaman menjadi kerdil dan layu jika air yang diberikan untuk tanaman agak sedikit. Bagian bawah tanaman menjadi kekuningan pada tingkat lanjut serangan penyakit. Spora dapat bertahan di tanah selama 10 tahun, dan bisa juga terdapat pada rumput-runputan. Penyakit ini bisa menyebar melalui tanah, dalam air tanah, ataupun dari tanaman yang sudah terkena. Penyakit ini menyukai tanah yang masam dan serangan dapat terjadi pada suhu antara 10 dan 32oC. Penyakit ini memiliki berbagai bentuk gejala serangan sehingga mendorong untuk memuliakan tanaman yang tahan terhadap penyakit ini.Pengendalian dilakukan dengan Penggunaan bibit yang bebas hama dan penyakit sangatlah penting dalam budidaya tanaman ini. Pergiliran tanaman kurang sesuai diterapkan untuk kasus ini karena sporanya dapat bertahan lama serta gulma yang dapat menyebabkan penyakit ini. Pengapuran tanah untuk meningkatkan pH menjadi 7.2 sangat efektif untuk mengurangi perkembangan penyakit. Penyiraman fungisida Promefon 250EC pada lubang tanam yang dicampur dengan air saat tanam juga dapat mengurangi perkembangan penyakit. Tanaman yang taha haruslah diuji di beberapa lokasi karena jenis serangannya yang berbeda-beda di setiap lokasi.
• Tanaman Timun-timunan
Alternaria Leaf Spot
Penyakit bercak ternyata tidak hanya menyerang tanaman kubis maupun cabai saja namun juga pada tanaman yang tergolong timun-timunan. Penyakit bercak pada timun ini disebabkan jamur Alternaria cucumerina. Biasanya, penyakit ini menyerang hanya satu jenis tanaman saja. Tanaman dapat terserang pada berbagi fase pertumbuhan. Serangan pada bibit tanaman dapat menyebabkan mati atau kerdil. Sedangkan pada tanaman yang lebih tua akan layu pada tengah hari pada beberapa waktu, kemudian layu untuk seterusnya dan akhirnya mati. Jaringan angkut tanaman menjadi kuning atau coklat. Penyakit ini dapat bertahan di tanah untuk jangka waktu lama. Penyakit ini bisa berpindah dari satu lahan ke lahan lain melalui mesin-mesin pertanian, seresah daun yang telah terserang, dan air irigasi. Suhu tanah yang tinggi sangat sesuai untuk perkembangan penyakit ini. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan : menggunakan varietas yang tahan. Menghindari penanaman di lahan yang telah diketahui mengandung penyakit ini. Serta mencuci peralatan saat berpindah dari lahan satu ke lahan lainnya. Lahan yang tergenangi untuk padi dapat mengurangi keberadaan penyakit di tanah. Apabila terlanjur ada serangan, dianjurkan untuk menyemprot fungisida Promefon 250EC bergantian dengan Victory 80WP.
Fusarium Wilt
Layu fusarium merupakan penyakit yang sering menyerang tanaman famili timun-timunan. Penyebabnya adalah Fusarium oxysporum f.sp. cucumerinum pada mentimun, F. oxysporum f.sp. melonis pada melon cantaloupe; dan F. oxysporum f.sp. niveum pada semangka. Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, namun beberapa jenis terdapat hanya pada lokasi tertentu saja. Seperti halnya penyakit alternaria, penyakit ini hanya menyerang satu jenis tanaman saja. Tanaman yang terserang bisa terjadi pada berbagai tahap pertumbuhan. Mulai dari bibit hingga tanaman tua. Baik saat bibit maupun tanaman dewasa , serangan penyakit ini dapat meyebabkan layu yang akhirnya mati. Tandanya dapat dilihat pada jaringan angkut tanaman yang berubah warna menjadi kuning atau coklat.Penyakit ini dapat bertahan di tanah untuk jangka waktu lama dan bisa berpindah dari satu lahan ke lahan lain melalui mesin-mesin pertanian, seresah daun yang telah terserang, maupun air irigasi. Suhu tanah yang tinggi sangat sesuai untuk perkembangan penyakit ini. Adapun pengendalian nya dapat dilakukan dengan : menggunakan varietas yang tahan bila memungkinkan. Hindari lahan yang telah diketahui mengandung penyakit ini. Cucilah peralatan saat berpindah dari lahan satu ke lahan lainnya. Lahan yang tergenangi untuk padi dapat mengurangi keberadaan penyakit di tanah.
Downy Mildew
Downy Mildew termasuk penyakit yang paling merusak pada tanaman timun-timunan yang disebabkan oleh jamur Pseudoperonospora cubensis. Penyakit ini banyak terdapat pada mentimun dan melon, tetapi sesekali menyerang dapat merusak seluruh tanaman timun-timunan. Gejala yang timbul biasanya terjadi pada daun yang berupa bercak kekuningan yang berubah dari kecoklatan menjadi coklat tua. Saat kelembaban tinggi, timbulnya spora menjadi bukti pada bagian bawah daun yang luka dimana spora tadi masuk ke dalam daun melalui stomata dan menghasilkan spora yang berwarna. Penyakit ini merupakan parasit yang dapat berada pada tanaman yang dibudidayakan, tanaman local/induk, ataupun jenis timun-timunan yang liar di daerah tropis dan subtropics.Spora yang terbawa oleh udara atau percikan air hujan menjadi penyebab utama penyebaranya. Selain itu, adanya perbedaan suhu yang tinggi ditambah dengan kelembaban yang tinggi dari embun , kabut, atau hujan mempengaruhi pesatnya penyebaran sporanya. Pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakan varietas yang tahan bila ada. Penyemprotan fungisida Starmyl 25WP dicampur Victory 80WP sangat dianjurkan jika tidak ada varietas yang tahan dan guna mencegah serta mengendalikan penyakit agar tidak meluas.
Late Blight
Busuk Daun atau Late Blight merupakan penyakit busuk pada tanaman tomat yang disebabkan oleh ja-mur Phytophthora infestans. Penyakit ini ditemukan di iklim sedang dan daerah datarn tinggi tropis. Penyakit late blight ini tidak hanya menyerang bagian daun saja melainkan juga batang serta buahnya. Pada bagain daun serangan ditandai dengan munculnya potongan-potongan kecil yang tidak beraturan dan berair serta menutupi bagian terbesar daun. Pembentukan spora jamur dapat dilihat pada sisi bawah daun dan berwarna putih. Kemudian luka mengering dan menjadi coklat. Akhirnya terjadi bercak pada seluruh daun. Pada bagian batang penyakit ini ditandai dengan muncul luka-luka kecil yang tidak beraturan dan berair dan dapat mematikan bagian batang dan tangkai daun yang terserang, atau menempel, dan membentuk luka berwarna coklat tua. Sedangkan pada bagian buahnya ditunjukkan dengan permukaan halus, kehijauan hingga coklat, bagian yang memiliki bentuk tidak beraturan tersebut membuat buah menjadi kasar dan permukaan buah menjadi ulet. Luka dapat melebar pada seluruh buah.Daun yang basah dalam waktu yang lama dari seringnya hujan atau embun, serta kondisi suhu dingin hingga sedang merupakan kondisi yang sesuai untuk perkembangan penyakit ini. Adanya cuaca yang kering dan panas dapat menghentikan perkembangan penyakit ini.Jamur penyebab penyakit busuk daun dapat bertahan pada tanaman tomat dan kentang terutama pada umbi kentang. Tetapi tidak dapat bertahan pada jaringan yang melapuk. Spora menyebar melalui angin dan percikan air hujan. Air yang berada di permukaan tanaman pun bisa menyebabkan perkecambahan dan penyerangan spora. Pengendalian dapat dilakukan dengan memberikan fungisida seperti Starmyl 25WP (Metalaksil), Victory 80WP (Mancozeb), Kocide 77WP (tembaga hidroksida). Gunakan tanaman yang bebas hama dan penyakit. Hindari penanaman tomat dekat lahan kentang atau lahan yang sebelumnya pernah ditanami kentang. Bakar seresah tanaman tomat atau kentang yang terinfeksi. Beberapa tanaman memiliki ketahanan terhadap jenis 0, tapi tidak tahan terhadap jenis 1.
Bacterial Wilt
Seperti halnya pada tanaman cabe, penyakit layu bakteri juga bisa menyerang tanaman tomat. Namun, penyebabnya adalah Ralstonia solanacearum, yang sebelumnya dikenal dengan Pseudomonas solanacearum. Serangan paling parah terdapat di daerah tropis dan subtropics dengan curah hujan tinggi. Penyakit layu bakteri menyerang hanya pada beberapa kelompok tanaman saja. Gejala awal ditunjukkan berupa layu pada daun-daun pucuk, dua hari kemudian layu mendadak dan permanent. Akar adventis dapat berkembang pada batang utama. Gejala tambahan berupa pencoklatan pada jaringan pembuluh, jaringan gabus berair dan diikuti pencoklatan dan kemudian pecoklatan jaringan kortek yang dekat dengan tanah. Aliran masa bakteri dapat dilihat ketika potongan batang yang masih segar dicelupkan dalam air. Diantara beberapa tanaman hortikultura yang ada, tomat merupakan tanaman yang paling peka terhadap penyakit ini. Bakteri penyebab layu ini ternyata dapat bertahan di dalam tanah dalam waktu yang lama meskipun tanpa adanya tanaman inang. Bakteri ini menembus akar melalui luka, yang dapat disebabkan oleh serangga, nematode dan luka akibat praktek budidaya. Suhu dan kelembaban tanah yang tinggi sangat kondusif / cocok untuk pertumbuhan penyakit ini. Hingga saat ini belum ada pengendalian secara kimiawi yang effektif . Namun untuk pencegahan sebaiknya sebelum tanam, perlu dilakukan sterilisasi tanah atau pengasapan bedengan. Pergiliran system tanam dengan tanaman tahan kurang berhasil, namun demikian pergiliran dengan tanaman padi dapat mengurangi gejala sengan penyakit layu bakteri. Varietas yang toleran dapat bertahan hingga 70 – 80%. Gunakan bedengan yang tinggi agar drainase dapat berjalan baik. Menjaga tanah agar tetap pada pH 5.5 atau lebih tinggi. Hindari penggunaan lahan yang telah terinfeksi oleh nematode.
Blossom End Rot
Busuk Ujung Buah atau Blossom End Rot juga termasuk penyakit penting pada tanaman tomat terutama di musim hujan. Penyakit ini ditandai dengan adanya luka berwarna kecoklatan sampai coklat tua pada bagian ujung buah yang nampak cekung. Luka tersebut membesar dan menjadi lebih cekung dan kulit mengelupas, kemudian diikuti oleh busuk kering. Jamur berwarna hitam tumbuh pada permukaan yang luka. Busuk ujung buah bukanlah disebabkan oleh penyakit namun lebih disebabkan oleh kekurangan unsur kalsium. Kondisi musim hujan yang ada berdampak pada berkurangnya serapan unsur kalsium pada tanaman tomat antara lain sehingga menimbulkan fluktuasi kelembaban tanah maupun kemasaman tanah, penggunaan nitrogen dalam bentuk ammonium, pemupukan nitrogen yang berlebihan, kelembaban relatif yang tinggi dan kerusakan akar. Yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan. Agar tidak terjadi hal seperti ini maka dianjurkan : menggunakan varietas yang lebih tahan terhadap penyakit ini. Jika perlu, berikan kapur atau pemupukan kalsium sebelum tanam. Irigasi selama cuaca kering dan gunakan mulsa agar kelembaban tanah tempat tumbuh tanaman konstan. Perawatan tanaman harus hati-hati untuk mengurangi resiko kerusakan akar. Hindari penggunaan pupuk nitrogen yang berlebihan, khususnya dalam bentuk ammonium. Hindari pula lahan yang sulit diairi atau yang mempunyai tingkat kemasaman tinggi. Penyemprotan pupuk mikro FItomic setiap minggu mulai awal pembentukan buah sangat mengurangi timbulnya penyakit ini.

Selasa, 15 September 2009

Kompos Cair

INTISARITANI CAHYONO


Penasaran ingin mo dibuang ke mana sampah2 organik yang bertumpukan di rumah, daripada dibuang sia-sia ada artikelnya yang saya kutip dari sebuah situs: Di sini, peran masyarakat memang cukup tinggi. Kita sebagai masyarakat, bisa memulainya dari rumah sendiri dengan memisahkan sampah kering (non-organik) dan sampah basah (organik). Sampah kering bisa dimanfaatkan untuk didaur ulang menjadi berbagai macam barang. Sementara itu, sampah organik bisa dimanfaatkan menjadi kompos dan pupuk cair. Pupuk yang dihasilkan dari sampah organik ini biasa disebut dengan pupuk organik. Selain menyehatkan lingkungan, keunggulan lain dari pupuk organik ini adalah dapat membantu revitalisasi produktivitas tanah, menekan biaya usaha tani, serta meningkatkan kualitas produk. Pada dasarnya, sampah organik tidak hanya bisa dibuat menjadi kompos atau pupuk padat, tetapi bisa juga dibuat sebagai pupuk cair. Pupuk cair ini mempunyai banyak manfaat. Mulai dari fungsinya sebagai pupuk, hingga sebagai aktivator untuk membuat kompos. Untuk membuat kompos cair dibutuhkan alat atau wadah yang disebut komposter. Yakni sebuah tempat yang dibuat dari tong sampah plastik atau kotak semen yang dimodifikasi dan diletakkan di dalam atau di luar ruangan. Komposter ini bertujuan untuk mengolah semua jenis limbah organik rumah tangga menjadi bermanfaat.
Berikut ini merupakan langkah-langkah pengomposan dengan menggunakan komposter:
Pilih sampah organik seperti sisa makanan, sisa sayuran, kulit buah, sisa ikan, dan daging segar agar terpisah dari sampah. Sampah berupa plastik, kardus bekas minyak, oli, beling, dan air sabun harus dipisahkan agar prosesnya berjalan cepat.
Sampah yang berukuran besar seperti batang tanaman, sayuran daun, atau kulit buah yang keras sebaiknya dirajang terlebih dahulu agar pembusukannya sempurna. Selain itu, volume sampah yang terapung juga semakin banyak.
Siapkan cairan bioaktivator boisca atau yang lainya, yakni salah satu bioaktivator yang bisa digunakan untuk mempercepat proses pengomposan. Bioaktivator ini berfungsi untuk membantu mempercepat proses pembusukan. Tata cara penggunaannya sebagai berikut, pertama, siapkan sprayer ukuran 1 liter. Kedua, isi sprayer dengan air. Sebaiknya gunakan air sumur karena tidak mengandung kaporit. Namun, jika ingin memakai air PAM, air tersebut harus diendapkan terlebih dahulu selama satu malam. Tujuannya agar kaporitnya menguap. Pasalnya, kaporit di dalam air bisa mematikan mikroba yang ada di dalam boisca atau yang lainya. Ketiga, tambahkan boisca ke dalam sprayer dengan perbandingan 1 liter air ditambah dengan 1-2 tutup botol boisca. Dan, keempat, kocok-kocok sampai merata. Setelah itu, cairan siap digunakan.
Setelah sampahnya terkumpul dan dirajang, masukkan seluruhnya ke dalam komposter, lalu semprotkan boisca hingga merata ke seluruh sampah dan tutup rapat komposter.
Pada awal pemakaian, komposter baru bisa menghasilkan lindi (air sampah) atau kompos cair setelah dua minggu. Selanjutnya, pemanenan lindi dilakukan setiap 1-2 hari sekali.
Teknik pembuatan kompos cair ini diungkapkan Sukamto Hadisuwito dalam buku Membuat Pupuk Kompos Cair yang diterbitkan oleh AgroMedia Pustaka. Buku ini berisi tentang tip mengolah sampah di rumah sendiri, jenis-jenis pupuk organik padat dan cair, manfaat pupuk organik cair, serta aplikasi pupuk cair pada tanaman. Oya ini saya kutip dari : Review buku di Website Agro Media

Pupuk Dari Kulit Pisang

INTISARITANI CAHYONO

Kulit Pisang yang selama ini kita biarkan terbuang begitu saja ternyata mengandung unsur kimia yang baik untuk pupuk yaitu Fosfor, Magnesium, Sulfur, dan Sodium. Cara penggunaan : Untuk tanaman hias (dalam pot) : kulit pisang dipotong-potong kemudian potongan dipendam disekitar tanaman. Untuk tanaman pertanian (lahan sawah) : Cara 1. Kulit pisang di blender (dihaluskan) sampai menjadi cairan (10 Kg kulit pisang dicampur 10 Liter Air) rendam selama satu malam, air hasil rendaman disaring dengan kain. 1 Liter hasil saringan dapat dicampur 10 liter air semprotkan ke tanah sekitar tanaman. Cara 2. Kulit pisang di potong kecil-kecil, kemudian dikomposkan bersama tanah baru ditebar seperti pupuk pada umumnya. Selamat mencoba.

Jumat, 04 September 2009

PUPUK

Apakah pupuk itu ? Secara sederhana pupuk adalah bahan-bahan tertentu yang diberikan pada tanah agar dapat menambah unsure atau zat-zat makanan yang diperlukan oleh tanah, baik secara langsung atau tidak langsung. Pengertian yang lain adalah zat yang berisi satu unsure atau lebih yang dimasukan untuk menggantikan unsure yang hilang / habis terhisap oleh tanaman dari tanah. Dengan demikian pemupukan pada umumnya bertujuan untuk memelihara atau memperbaiki kesuburan tanah, dimana secara langsung atau tdak akan menyumbangkan bahan makananan pada tanaman yang tumbuh ditanah tersebut.
Macam, pupuk :
pupuk anorganik ialah hasil industri / pabrik , con TSP, UREA, KCL, ZA
pupuk organic ialah hasil akhir / antara dari perubahan atau peruraian bagian / sisa tumbuh-tumbuhanm dan binatang .
pemupukan dengan pupuk kandang, kompos atau pupuk hijau mengakibatkan tanah-tanah yang ringan strukturnya menjadi lebih baik, daya ikat air menjadi lebih tinggi, sedangkan tanah-tanah yang berat menjdi lebih ringan. Disini tidak akan membahas pupuk secara keseluruhan tetapi terbatas pada salah satu pupuk organic yaitu kompos.
Kompos
Kompos sebenarnya sudah kita kenal sejak dulu. Leluhur kita telah lama mempelajari nilai penggunaan kompos. Mereka menerima yang melimpah setelah hutan primer dibuka. Tempat yang dibuka tersebut bagian atasnya mengandung tanah yang sangat subur, yang terjadi dari daun-daunan, rumput yang hancur dan tercampur dengan kotoran burung/ binatang yang terkumpul berabad-abad. Namun ketika mereka berdiam ditempat tersebut dan mengolah tanah terus menerus mereka perhatika kesuburan tanah berkurang. Maka mereka mulai meniru hutan alam, memulihkan tanah tersebut dengan daun-daun, rumpur, senmak-semak dan kotopran hewan yang dikumpulkan. Dengan demikian kesuburan tanah dapat lestari.
Kompos adalah bahan organis yang telah lapuk seperti rumput, daun, alang-alangjerai, dedak padi serta kotoran hewan. Jenis bahan-bahan ini akan menjadi lapuk dan busuk ketika ada didalam keadaan basah dan lembab. Dialam terbuka kompos bias terjadi dengan sendirinya, melalui prose alami karena ada kerjasama antara mikro arganis dengan cuaca. Proses rersebut dapat dipercepat oleh manusia sehingga dapat menghasilkan kompos yang berkualitas baik dalam waktu yang tidak terlalu lama. Bahan organis yang telah terkompos dengan baik, nukan hanya memperkaya bahan makanan untuk tanaman tetapi terutama berperan besar terhadap perbaikan sifat fisik tanah.
Fungsi bahan organic :
bahan organic memperbesar daya ikat tanah yang bberpasir sehingga struktur tanah dapat diperbaiaki dan tidak terlalu berderai.
bahan organic dapat memperbaiki struktur tanah yang berlempung sehingga tanah menjadi ringan.
bahan organic dalam tanah akan mempertinggi kemampuan penampungan air, sehingga tanah dapat lebih banyak menyediakan air bagi tanaman.
bahan organi dalam tanah memperbaiki tata udara dalam tanah, terutama pada tanah berat. Dengan tata udara yang baik serta kandungan air yang cukup tinggi maka suhu tanah akan lebih stabil.
bahan organic dapat meningkatkan pengruuh pemupukan dari pupk buatan.
bahan organic mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat-zat hara, sehingga tidak mudah larut oleh air pengairan atau hujan.
Kompos yang telah matang dapat dipakai sebagai bahn untuk memperkaya bahan organic tanah disamping pupuk organis lainya. Kita dapat memanfaatkan sisa tanaman yang terbuang dan sampah sebagai pupuk setelah jadi kompos.
bahan kompos
limbah atau sisa-sisa tanaman.
pupuk kandang.
pupuk buatan ; urea, tsp, kcl
kapur gamping (dapat diganti abu kayu/dapur)
air
tanah
cetakan (dari bamboo, kayu atau besi)
tutup kompos (agar tidak terkena hujan dan terik matahari)
cara membuat kompos
lapiasan paling bawah:
simpan limbah yang telah kita sediakan, lalu tebarkan pupuk buatan biar merata dan yang biasa kita lakukan masing-masing 1 gelas pupuk buatan per 1 m2 permukaan kompos. Setelah itu taburkan kapur/ abu dapur biasanya 1 – 2 gelas per m2 permukaan kompos, lalu siram air (semprotkan) secara rata samapai basah dan jangan terlalu basah, lalu tutup dengan tanah, taburkan pukan kira2 perlapis sebanyak 1 karung urea dengan tebal 30 cm terdiri dari 25 cm lapiasan limbah pertanian, pupuk buatan, kapur dan karung kira2 5 cm lapisan pukan. Periksalah 1 minggu sekali kuatir komposnya kering dan 1 bulan sekali kita balik. Setelah dapat 3 bulan biasanya kompos sudah masak, cepat atau lambatnya pembuaran kompos tergantung pada banyaknya bahan-bahan yang kita buat dan seringnya kita menambahkan bahan kompos, lebih sering lebih cepat masak.