Minggu, 27 Desember 2009

Berkebun Organik dengan Cocopeat

Lahan seluas 3.000 m2 di Cibodas, Lembang, Bandung, itu digali hingga kedalaman 30 cm. Setelah itu, bertruk-truk serasah diangkut dari hutan-hutan di sekitar Lembang untuk menimbun galian. Bahan organik itu untuk menggantikan tanah yang sarat residu pupuk kimia. Untuk 'memurnikan' lahan, Ina Reno Panggabean, sang pemilik, merogoh kocek hingga puluhan juta rupiah.
Itulah yang ditempuh Ina saat memulai berkebun organik pada 2003. Namun, bagi Sunandi Kertawijaya, pekebun di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, berkebun organik tak sesulit seperti yang dilakukan Ina. Ia menanam sayuran bukan di lahan yang tercemar pupuk kimia, melainkan pada media serbuk sabut kelapa alias cocopeat. Media itu dikemas plastik putih berbentuk kotak berukuran 15 cm x 15 cm x 55 cm. 
Sayuran seperti tomat, brokoli, pakcoy, kailan, dan seledri ditanam pada lubang berdiameter 6 cm di permukaan media. Di masing-masing media terdapat 3 lubang tanam. Jarak antarlubang 10 cm. Media diletakkan pada 40 rak bambu 2 tingkat berukuran 600 cm x 65 cm x 400 cm. Rak-rak itu ditata menjadi 8 baris di lahan seluas 750 m2. 
Praktis 
Menurut pengalaman Sunandi, membudidayakan sayuran pada media cocopeat sangat praktis. 'Pekebun tinggal tanam,' kata pria kelahiran Subang itu. Benih sayuran yang akan ditanam disemai dahulu pada campuran media tanah dan kompos. Sepuluh hari setelah semai, bibit dipindahkan ke dalam polibag mini berdiameter 3 cm yang terbuat dari daun pisang. Setelah memunculkan 3-4 daun, tanaman dipindahkan ke media cocopeat yang telah diberi larutan pupuk kandang berdosis 1:10. 
Pemeliharaan tanaman pun mudah. Sunandi memberikan pupuk organik berupa butiran yang dilarutkan dalam air berdosis 1:10. 'Pupuk yang saya gunakan adalah pupuk majemuk,' katanya. Interval pemupukan sekali sepekan. Untuk tambahan nutrisi, Sunandi juga menambahkan urine sapi, kambing, kelinci, atau marmut, yang telah difermentasi berdosis sama. Pupuk diberikan melalui corong botol plastik bekas air minum mineral. 
Hasilnya, dari kebun berketinggian 1.000-1.200 m dpl itu Sunandi menuai rata-rata 60-75 kg sayuran organik setiap pekan. Sayuran organik dijual kepada pelanggan di Jakarta dengan harga bervariasi antara Rp15.000-Rp30.000 per kg. Dari perniagaan sayuran organik, Sunandi mengutip laba setidaknya Rp5-juta per bulan. 
Menyerap air 
Di tanahair, penggunaan cocopeat untuk menanam sayuran masih tergolong langka. Cocopeat lazim digunakan para pekebun tanaman hias. Sunandi sengaja memilih cocopeat sebagai media tanam lantaran memiliki beberapa kelebihan. Media diproduksi di sebuah pabrik di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Cocopeat diolah dari sabut kelapa. Sebelum diolah, sabut kelapa direndam selama 6 bulan untuk menghilangkan senyawa-senyawa kimia yang dapat merugikan tanaman seperti tanin. Senyawa itu dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Setelah dikeringkan, sabut kelapa itu dimasukkan ke dalam mesin untuk memisahkan serat dan jaringan empulur. 
Residu dari pemisahan itulah yang kemudian dicetak membentuk kotak. Media dicetak dengan tingkat kerapatan rongga kapiler sehingga dapat menyimpan oksigen sampai 50%. Itu lebih tinggi ketimbang kemampuan menyimpan oksigen pada tanah yang hanya 2-3%. Ketersediaan oksigen pada media tanam dibutuhkan untuk pertumbuhan akar. 
Hasil penelitian Dr Geoff Creswell, dari Creswell Horticultural Service, Australia, media tanam cocopeat sanggup menahan air hingga 73%. Dari 41 ml air yang dialirkan melewati lapisan cocopeat, yang terbuang hanya 11 ml. Jumlah itu jauh lebih tinggi daripada sphagnum moss yang hanya 41%. Secara umum, derajat keasaman media cocopeat 5,8-6. Menurut Joko Pramono, pengguna cocopeat di Semarang, Jawa Tengah, pada kondisi itu tanaman optimal menyerap unsur hara. Derajat keasaman ideal yang diperlukan tanaman 5,5-6,5.
Karena kemampuan cocopeat menahan air cukup tinggi, hindari pemberian air berlebih. 'Pada beberapa jenis tanaman, media terlalu lembap dapat menyebabkan busuk akar,' kata Joko. Oleh sebab itu, ia mencampur cocopeat dengan bahan lain yang daya ikat airnya tidak begitu tinggi seperti pasir atau arang sekam. Creswell menyarankan, air diberikan sedikit demi sedikit tetapi kontinu seperti dengan cara irigasi tetes atau pengabutan. 
Bagi Sunandi, perangkat irigasi semacam itu tergolong mahal. Oleh sebab itulah Sunandi menyederhanakannya dengan menerapkan sistem infus. Air diberikan melalui corong yang terbuat dari botol plastik bekas kemasan air mineral 500 ml. Saat kemarau, corong-corong itu diisi masing-masing 250 ml air setiap hari. Bila musim hujan, air diberikan 3 hari sekali.
Selain mencegah media terlalu lembap, pengairan minimal juga berfaedah merangsang pertumbuhan akar. 'Akar menjadi lebih aktif mencari sumber air dan nutrisi,' kata Sunandi. Dengan begitu, daya jangkau akar semakin luas. Kemampuan akar menyerap nutrisi pun semakin tinggi. 
Cocopeat mampu meredam perbedaan suhu antara siang dan malam yang terlalu tinggi. 'Media berbahan organik menyerap udara panas di siang hari dan melepasnya di malam hari secara perlahan. Oleh sebab itu, suhu media cenderung stabil,' kata Joko. Stabilitas suhu media sangat penting untuk menjaga aktivitas mikroorganisme. 'Mikroorganisme membutuhkan suhu 25- 30oC agar dapat bekerja aktif,' kata Sunandi. 
Hati-hati 
Joko mewanti-wanti, 'Tak seluruhnya cocopeat yang ada di pasaran berkualitas baik,' kata Master Agronomi alumnus Universitas Gadjah Mada itu. Ia seringkali menemui beberapa penjual yang menjajakan cocopeat tanpa pengolahan yang benar. 
Menurut Kevin Handreck dalam bukunya Growing Media, kandungan klor pada cocopeat cenderung tinggi. Bila klor bereaksi dengan air, ia akan membentuk asam klorida. Akibatnya, kondisi media menjadi asam. Sedangkan tanaman umumnya menghendaki kondisi netral. Sydney Environmental and Soil Laboratory, Australia, mensyaratkan kadar klor pada cocopeat tidak boleh lebih dari 200 mg/l. Oleh sebab itu, pencucian bahan baku cocopeat sangat penting.
Sekadar berjaga-jaga, setiap kali membeli cocopeat, Yopie-sapaan Joko Pramono-merendamnya hingga tiga hari. Air rendaman diganti setiap hari. 'Saya khawatir masih mengandung tanin atau zat-zat racun lainnya,' kata pria yang kini sedang menempuh gelar doktor di UGM itu. Membeli cocopeat hasil pabrikan lebih terjamin. Produsen biasanya mencantumkan spesifikasi produk seperti porositas, kelembapan, water hold capacity (WHC), derajat keasaman (pH), electric conductivity (EC), indeks kadar racun, kandungan mineral, dan cara penggunaannya pada kemasan atau brosur. 

Mahal

Sayang, harga media cocopeat siap pakai cukup tinggi, Rp10.000 per kotak. Untuk mengisi 40 rak, Sunandi membutuhkan setidaknya 2.880 kotak cocopeat. Total investasi untuk membeli media Rp28,8-juta. Belum lagi investasi untuk sewa lahan dan biaya pembuatan rak yang mencapai jutaan rupiah. Pantas bila Sunandi mematok harga jual cukup tinggi untuk komoditas sayuran miliknya. 

Menurut hitung-hitungan Sunandi, biaya investasi pembelian media sebetulnya tergolong murah. 'Bila menggunakan pupuk organik, semakin lama media itu dipakai, kualitasnya semakin baik,' ujar Sunandi. Jumlah mikroorganisme pada media semakin tinggi. Jadi, media tak pelu sering diganti. Bila perkiraan Sunandi itu benar, biaya penyusutan akan semakin rendah. Tertarik berkebun organik? Media tanam cocopeat dapat menjadi alternatif. (Imam Wiguna)

Diambil dari majalah 16 April 2007

Optimalkan Ketahanan Energi Pangan

KEKAYAAN alam di Indonesia sangatlah banyak dan beraneka macam jenisnya, sayang sumber daya alam itu belum digunakan secara menyeluruh oleh tangan tangan terampil putra putri terbaik bangsa Indonesia. 
  Indonesia sendiri baru dapat menggunakan energi minyak bumi, bahan galian tambang yang ada misal; batubara, gas bumi, nikel dan lain lain. Ditambah energi; air, diesel, dan matahari sebagai pembangkit tenaga listrik. Padahal aneka sumber daya alam lainnya yang berasal dari pohon pohonan, ataupun buah buahan cukup banyak jenisnya, misalnya tanaman jarak, tanaman ini bisa kita manfaatkan sebagai bahan pembuat minyak pelumas pesawat terbang (budidaya). Pohon jarak pernah digalakkan pemerintah Jepang ketika menjajah Indonesia (1942 1945). 
  Terlebih di masa krisis energi seperti sekarang ini penggunaan tenaga energi alternatif dari bahan dasar lain di luar energi minyak bumi perlu segera dikembangkan di Indonesia. Beruntung sekali UPN Veteran Yogyakarta belum lama ini menggelar Seminar Nasional Ketahanan Energi, dengan pokok bahasan menggagas penggunaan energi alternatif biomassa sebagai pengganti energi BBM dan BBG dengan menggunakan kulit durian. Gagasan tersebut perlu ditindaklanjuti oleh para komponen bangsa kita yang mempunyai kepentingan terhadap gagasan tersebut. 
  Berkaitan dengan hal diatas, kita juga perlu memikirkan penggunaan energi alternatif yang terbukti bisa mengangkat pendapatan negara di sektor pangan dan pertanian dengan kembali memanfaatkan sumber daya alam nabati sebagai pengganti bahan penunjang mutu tanaman pangan dan pertanian bagi para petani seperti; pupuk an- organik dan obat obatan pemberantas hama yang selama ini digunakan oleh kaum tani yang harganya dimungkinkan ikut naik seiring dengan kenaikan sejumlah harga kebutuhan pokok rakyat. 
  Selain itu penggunaan pupuk an-organik dan pestisida an-organik sebetulnya sudah banyak membawa kerugian yang besar tidak pernah disadari oleh para petani itu sendiri, misal: 
a). Pupuk An-Organik : Mengandung beberapa unsur hara dalam jumlah banyak, menyebabkan kerusakan pada struktur tanah sehingga tanah menjadi keras dan sulit dialiri air, tidak menambah daya serap tanah pada air, dan tidak memperbaiki kehidupan mikroorganisme dalam tanah. Misal : Urea, ZA, TSP, KCL. 
b). Pestisida An-Organik : Dibuat oleh pabrik dengan pengolahan secara kimiawi, yang bisa memberi dampak negatif, misalnya; keracunan pada tanaman pangan, pencemaran lingkungan, dan menyebabkan timbulnya hama kebal terhadap pestisida akhirnya tanaman pangan menjadi rusak. 
  Sedangkan apabila kita menggunakan energi alternatif yang berasal dari alam, misalnya : 
a). Pupuk Organik : Selain harga murah, bisa dibuat sendiri, juga sebenarnya mengandung unsur hara makro dan mikro yang lengkap dalam jumlah yang sedikit, dapat memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi gembur, mudah ditanami dan dialiri, menambah daya serap air dan memperbaiki kehidupan mikro organisme yang hidup dalam tanah. 
b). Pestisida Nabati : Harga relatif murah, bahan pembuatan mudah didapat dan dibuat sendiri, tidak menyebabkan kerusakan dan keracunan pada tanaman pangan, tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, tidak ada lagi hama yang menjadi kebal terhadap pestisida. Sedangkah bahan baku yang bisa digunakan untuk membuat pestisida nabati antara lain : daun gamal, pacar cina, daun mimba, biji jarak, umbi gadung, daun sirsak dan daun pepaya. 
  Meskipun telah dijelaskan tentang keuntungan petani bila menggunakan pupuk organik dan pestisida nabati, kenyataannya kaum tani masih senang menggunakan pestisida buatan pabrik dan pupuk buatan pabrik, hal ini disebabkan, selain ada subsidi dari pemerintah, pihak dinas pertanian melalui tenaga penyuluh lapangan masih menganjurkan petani untuk menggunakan pupuk maupun pestisida yang selama ini dianjurkan oleh pemerintah. Disamping itu adanya anggapan dari para petani itu sendiri yang mengatakan, bila menggunakan pupuk An-Organik kita tidak perlu susah susah mengolah dan proses pertumbuhan bahan tanaman padi lebih cepat, lagi pula pemerintah telah memberi jaminan subsidi pertanian begitu pula halnya bila menggunakan kita pestisida An-Organik hama langsung mati. 
  Padahal sebetulnya yang menyebabkan pupuk organik tidak cepat memberi dampak yang kentara dalam proses pertumbuhan tanaman padi ialah adanya proses untuk memperbaiki struktur tanah yang rusak akibat efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan pupuk An-Organik itu sendiri. Namun demikian untuk hasil pertanian jangan ditanya, justru lebih besar daripada yang dihasilkan bila kita menggunakan pupuk An-Organik. Begitu pula dengan pestisida nabati meskipun tidak segera membunuh hama secara cepat, namun tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, adanya hama kebal pestisida, dan kerusakan tanaman. 
  Memang diperlukan satu ketelitian dan kecermatan para petani di dalam memilih bahan baku pembuatan pestisida nabati, dalam hal ini sebaiknya bahan apa yang digunakan untuk membasmi hama yang menyerang padi secara cepat. Jangan sampai terjadi salah pilih, misal untuk mengusir hama belalang yang seharusnya memakai bahan baku biji mindi, namun menggunakan lombok dengan alasan lombok efektif mengendalikan berbagai jenis hama. 
  Sebetulnya dewasa ini telah banyak toko yang khusus menjual berbagai bahan baku pupuk organik dan pestisida nabati dengan harga yang dipastikan relatif murah. Bahkan pupuk organikpun ada yang dibuat dengan alat alat berat dari pabrik.  
Dwi Martantyo. A.N. 
Mahasiswa Teologia 
STAK Marturia Yogyakarta 


Rabu, 16 Desember 2009

"SUBUR "



PUPUK PELENGKAP CAIR ORGANIK
SUBUR merupakan pupuk daun dengan formulasi khusus yang telah disempurnakan, mengandung unsur-unsur hara makro, hara mikro mineral, asam amino, vitamin, dan mikroorganisme ditambah zat pengusir kutu-kutuan dengan komposisi yang tepat sehingga dapat merangsang pertumbuhan tunas, daun, bunga dan buah. Subur dapat digunakan bersama dengan pestisida
KEUNGGULAN SUBUR
1. Memacu Pertumbuhan Tunas Lateral (Vegetatif)
2. Mencegah kerontokan Daun, Bunga, dan Buah
3. Meningkatkan Daya Tahan Terhadap Hama Dan Penyakit 
4. Mempercepat Pemulihan Kesehatan Tanaman
5. Meningkatkan Produksi Dan Hasil Panen
Anda Berminat silahkan Hubungi 081336610171
Dijamin tidak mengecewakan Hasilnya.


Pendapat mereka


Saya menanam cabe jenis kriting, sejak kecil tanamanya selalu saya semprot dengan Pupuk Cair SUBUR Alhamdulillah tanaman saya sehat terus sampai tidak berproduksi lagi bahkan sampai tulisan ini saya buat umur tanaman saya udah mencapai 10 bulan dan kondisi tanaman saya sekarang semakin bagus, bahkan lebih bagus lagi dari pada kondisi pembungaan dan pembuahan pertama, masalah hama penyakit alhamdullilah juga berkurang (mungkin karena kondisi tanaman saya yang sehat berkat SUBUR). Pada saat pemeraman saya juga pakai SUBUR dengan cara direndam selama 6 jam hasilnya sangat luar biasa perkecambahanya serempak. Ketika perendaman saya pakai dosis 1 liter air biasa (sumur) 1 tutup botol SUBUR ( kira-kira 9 ml), sedangkan pada saat penyemprotan tanaman saya sesuaikan dengan kebutuhan tanaman yaitu 4 tutup ketika tanaman belim bercabang dan ketika sudah bercabang saya kasih 6 tutup dan hasilnya sangat luar biasa tanaman saya sehat dan buahnya sangat lebat. Mudah-mudahan pengalaman saya ini bermanfaat untuk pembaca sekalian. 
Trimakasih

Udin Lumajang Jatim
081233368762


Senin, 14 Desember 2009

Pendapat Mereka


Saya pada tahun 2009 menanam cabe Hot Chili di daerah Temanggung pada bulan April dengan populasi 1500 tanaman, pada waktu itu saya ditawari teman saya untuk mencoba pupuk pelengkap cair SUBUR dan akhirnya saya mencobanya sesuai dengan petunjuknya yaitu dosis pertangki 14 liter saya kasih 6 tutup botol SUBUR dengan penyemprotan 4 sampai 6 hari sekali. Setelah beberapa lama (kurang lebih 3 kali penyemprotan) saya amati ternyata tanaman saya ada perbedaan yang cukup bagus sehingga saya teruskan pemakaianya sampai bulan Agustus (awal bulan puasa), pada saat itu tanaman tidak saya rawat lagi karena harga cabe yang sangat murah kira-kira Rp 4000,- per kg. Dengan pemakaian pupuk pelengkap cair SUBUR ini alhamdullilah produksi tanaman cabe saya meningkat sekitar 200 kg, yang dimana setiap saya menanam cabe Hot Chili dengan populasi 1500 tanaman hanya menghasilkan 600 kg dengan penyemprotan Subur 1 liter produksi tanaman saya dapat 800 kg. SUBUR memang membuat tanaman cabe saya awet (hidup lebih lama) dan pertumbuhan pupus tanamanya semakin cepat, trimakasih SUBUR.


Muh Roji
Asisten Agronomi disalah satu perusahaan Swasta
08122776486


Kamis, 10 Desember 2009

Cara Buat Pupuk Cair Sederhana

Bahan-bahan yang dibutuhkan:
• Kotoran kambing, sebanyak antara 25-30 kg
• Daun gamal, sebanyak antara 25-30 kg
• Air bersih, 200 liter
Cara membuat:
• Masukkan kotoran kambing dan daun gamal ke dalam karung yang berbeda. Masing-masing karung diikat pada ujungnya.
• Rendam ke dua karung di dalam bak yang sudah berisi air bersih. Tutup.
• Setiap sore hari rendaman diaduk-aduk agar tidak berbau.
• Lakukan selama satu minggu.
Setelah proses berakhir, pupuk cair bisa disemprotkan pada tanaman. 

Selamat mencoba

Rabu, 09 Desember 2009

Cara Menyiapkan Pupuk Organik dari Sumber Berbeda

a. Pupuk Kandang
1. Keringkan dan haluskan lumpur atau debu kemudian dicampur dengan pupuk kandang kering dengan perbandingan yang sama dan tempatkan di tempat yang khususdan teduh sampai bahan tersebut digunakan. 
2. Abu bakaran (sekam padi) dicampur dengan 40% pupuk kandang kering kemudian dicampur dengan jumlah yang sama dengan debu atau lumpur kering. Campuran tersebut disimpan di tempat yang teduh dan digunakan apabila diperlukan (abu bakaran 20% + 40% pupuk kandang + 40% lumpur kering). 
3. Pupuk kandang kering (40%) ditambah debu atau lumpur (40%) + azolla kering (20%), campurkan bersama-sama dan simpan di tempat yang tertutup dan teduh. 
4. Pupuk kandang kering + abu bakaran sekam padi + debu kering + daun kering lainnya dalam jumlah yang sama dan disimpan di tempat teduh sampai diperlukan. 
5. Pupuk kandang kering + azolla dengan perbandingan sama dicampur dan di letakkan di tempat pengomposan yang diberi peneduh dan disimpan sampai digunakan. 
6. Pupuk kandang kering + kompos + bakaran sekam padi dalam perbandingan yang sama dicampur kemudian disimpan di tempat yang teduh dan digunakan apabila diperlukan. 
b. Daun Lamtoro 
Hasil akhir campuran bahan yang digunakan sama dengan cara di atas dan penyimpanan harus dilakukan di tempat yang teduh. 
1. Daun lamtoro kering + azolla kering + debu atau lumpur kering dalam perbandingan yang sama dicampur dan diletakkan di tempat yang teduh sampai saat diaplikasikan. 
2. Daun lamtoro kering + pupuk kandang kering + debu + daun kakao kering dengan perbandingan yang sama dicampur dan diletakkan di tempat yang teduh dan disimpan sampai di aplikasikan. 
3. Daun lamtoro kering + pupuk kandang kering + abu bakaran sekam padi + debu atau kumpur kering dalam perbandingan yang sama dicampur dan diletakkan di tempat yang teduh sampai saat diaplikasikan. 
4. Daun lamtoro kering + abu bakaran sekam padi + kompos + pupuk kandang kering + limbah dalam perbandingan yang sama dicampur dan diletakkan di tempat yang teduh sampai saat di aplikasikan. 
5. Daun lamtoro kering + kompos + azolla kering dalam perbandingan yang sama dicampur dan diletakkan di tempat yang teduh dan disimpan sampai saat diaplikasikan. 
6. Daun lamtoro kering + azolla kering + daun kakao kering + blotong dengan perbandingan yang bervariasi dicampur kemudian diletakkan di tempat yang teduh dan disimpan sampai diaplikasikan. 
7. Daun lamtoro kering + abu (bermacam-macam abu bakaran) + daun kakao kering dalam perbandingan yang bervariasi dicampur kemudian diletakkan di tempat yang teduh dan disimpan sampai saat diaplikasikan. 
c. Pembuatan dan Penggunaan Bokashi Pupuk Kandang dan Jerami
1. Bokashi Pupuk Kandang

Bahan-bahan (pembuatan 1 ton) 
• Pupuk kandang : 300 kg 
• Dedak : 50 kg 
• Sekam : 150 kg 
• Gula pasir/gula merah dihaluskan/molase : 200 ml/20 sendok makan 
• EM4 : 500 ml/50 sendok makan 
• Air secukupnya 
Cara Pembuatan
• Larutkan EM4 dan gula ke dalam air, 
• Pupuk kandang, sekam dan dedak dicampur secara merata, 
• Siramkan EM4 secara perlahan-lahan ke dalam adonan secara merata sampai kandungan air adonan mencapai 30 %. Bila adonan dikepal dengan tangan, air tidak menetes dan bila kepalan tangan dilepas maka adonan mudah pecah (megar). 
• Adonan digundukkan di atas ubin yang kering, dengan ketinggian minimal 15 – 20 cm, kemudian ditutup dengan karung goni selama 4-7 hari, 
• Pertahankan suhu gundukan adonan maksimum 50 oC. Bila suhunya lebih dari 50 oC, turunkan suhunya dengan cara dibolak balik, kemudian ditutup kembali dengan karung goni Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan bokashi menjadi rusak karena terjadi proses pembusukan. Pengecekan suhu sebaiknya dilakukan setiap 5 jam sekali. 
• Seteh 4-7 hari bokashi telah selesai terfermentasi dan siap digunakan sebagai pupuk organik. 
2. Bokashi Jerami 
Bahan-bahan (pembuatan 1 ton) 
• Pupuk kandang : 100 kg 
• Dedak : 100 kg 
• Jerami : 500 kg 
• Sekam/arang sekam/arang kelapa : 300 kg 
• Molase/gula pasir (merah) : 1 liter/250 gram 
• EM4 : 1 liter 
• Air secukupnya 
Cara Pembuatan
• Larutkan EM4 dan air serta ,olase/gula pasir (gula merah) yang telah diencerkan) 
• Bahan organik (pupuk kandang, dedak sekam/arang sekam/arang kelapa, jerami dicampur dan diaduk secara merata, 
• Siramkan EM4 ke dalam adonan bahan organik yang telah dicampur dan diaduk perlahan-lahan secara merata, sampai kandungan air adonan mencapai 30 %. Bila adonan dikepal dengan tanagn, air tidak menetes dan bila kepalan tangan dilepas maka adonan mudah pecah (megar). 
• Adonan digundukkan di atas ubin yang kering, dengan ketinggian minimal 15 – 20 cm, kemudian ditutup dengan karung berpori/goni selama 4-7 hari, 
• Pertahankan suhu gundukan adonan maksimum 50 oC. Bila suhunya lebih dari 50 oC, turunkan suhunya dengan cara dibolak balik, kemudian ditutup kembali dengan karung goni Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan bokashi menjadi rusak karena terjadi proses pembusukan. Pengecekan suhu sebaiknya dilakukan setiap 5 jam sekali. 
• Seteh 4-7 hari bokashi telah selesai terfermentasi dan siap digunakan sebagai pupuk organik.
Untuk pembuatan Bokashi Expres (24 jam) prinsip kerjanya sama, Cuma campuran bahan organiknya di tambah dengan bokashi yang sudah jadi 75 kg (30 %) dari volume bokashi yang akan dibuat 
Penggunaan pestisida nabati
Ada dua macam selektivitas pestisida nabati, yaitu :
• Selektivitas fisiologis, contohnya : formulasi insektisida Bacillus thuringiensis,
• Selektivitas ekologis, artinya penggunaan pestisida pada saat yang tepat, yaitu bila populasi hama berada pada stadia muda. Dapat juga didasarkan pada cara kerja insektisida nabati tersebut. 
- Bacillus thuringiensis, mengendalikan P. xylostella dan C. binotalis pada kubis
- Ramuan Nimba (Azadirachta indica) Lengkuas (Zingiber aromaticum), dan Serai (Andropogon nardus), mengendali-kan belalang, Kutu daun, Trips dan Aphid.
- Daun Sirsak, mengendaliak Trips pada cabe.
- Daun/sulingan minyak Selasih (Ocimum sanctum)mengen-dalikan lalat buah.
- Sulingan minyak lengkuas, mengendalikan lalat buah dan penyakit Antraknose pada cabe.
- Daun Pamor-pamor/Ki tolod (Laurentia longiflora), me- gendalikan Aphid, dan Kutu daun 


Hidroponik Bertanam Tanpa Tanah

Terbatasnya lahan produktif saat ini tidak lagi menjadi kendala dalam mengusahakan pertanian indoor maupun outdoor. Meskipun sistem hidroponikbukan teknologi baru lagi bagi kita, namun justru kini telah menjadi trend tatkala media tanah yang produktif semakin berkurang. Selain tidak memakan tempat yang luas, juga ditengarai sistem ini mudah perawatannya serta lebih menguntungkan. 

Bertanam dengan sistem hidroponik, dalam dunia pertanian bukan merupakan hal yang baru. Namun demikian hingga kini masih banyak masyarakat yang belum tahu dengan jelas bagaimana cara melakukan dan apa keuntungannya. Untuk itu dalam tulisan ini akan dipaparkan secara ringkas dan praktis bertanam dengan cara hidroponik.Dalam kajian bahasa, hidroponik berasal dari kata hydro yang berarti air dan ponos yang berarti kerja. Jadi, hidroponik memiliki pengertian secara bebas teknik bercocok tanam dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman, atau dalam pengertian sehari-hari bercocok tanam tanpa tanah. Dari pengertian ini terlihat bahwa munculnya teknik bertanam secara hidroponik diawali oleh semakin tingginya perhatian manusia akan pentingnya kebutuhan pupuk bagi tanaman. 
  Dimanapun tumbuhnya sebuah tanaman akan tetap dapat tumbuh dengan baik apabila nutrisi (hara) yang dibutuhkan selalu tercukupi. Dalam konteks ini fungsi dari tanah adalah untuk penyangga tanaman dan air yang ada merupakan pelarut unsur hara (nutrisi), untuk kemudian bisa diserap tanamanan. Dari pola pikir inilah yang akhirnya melahirkan teknik bertanam dengan hidroponik, dimana yang ditekankan adalah pemenuhan kebutuhan nutrisi (hara) sebagaimana yang telah disampaikan dimuka.
Bahan-bahan untuk Hidroponik
  Pot yang ukuran besarnya disesuaikan dengan tanaman yang akan dijadikan maskot, bisa berupa tanaman sayur seperti terong dan sebagainya. Bisa juga tanaman tahunan seperti kedondong, jambu ataupun juga bunga-bungaan. Pot yang digunakan sebaiknya pot bertingkat, yang dilengkapi dengan wadah penampung air dibagian dasarnya.Bahan pot dapat dari tanah liat dan juga plastik, keduanya memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Pot dari tanah liat misalnya memiliki keunggulan mampu menjaga stabilitas temperatur media, akan tetapi cepat berlumut dan mudah rusak. Sementara pot dari plastik lebih awet namun tidak bisa melewatkan air dari dinding potnya sehingga stabilitas media tidak stabil.
  Kemudian sebagai media tanam diantaranya dapat digunakan pasir, batu apung putih, batu zeolit, pecahan batu bata, batu kali dan kawat kasa nilon. Untuk menjaga sterilitas bahan, sebaiknya semua bahan direbus dulu sebelum dijadikan media tanam. Sedangkan tanamannya, diambil tanaman yang telah tumbuh didalam polybag dan siap direplanting kedalam pot.
Cara Penanaman
  Apabila semua bahan sudah siap, pertama-tama ambil kawat kasa nilon letakkan didasar pot. Kemudian masukkan pecahan batu bata selapis, diatasnya diberi batu apung dan batu zeolit hingga sepertiga bagian dari pot yang digunakan. Setelah itu, ambil tanaman yang siap dipindahkan dari polybag ke pot, caranya bersihkan akar tanaman yang selama ini sudah tumbuh di polybag tersebut dengan cara melarutkan media tanamnya (tanah) kedalam air.
  Setelah akar-akarnya kelihatan bersih, kemudian kita amati kembali akar tersebut. Bila ditengarai ada akar yang rusak ataupun terlalu panjang (disesuaikan dengan besarnya tanaman maskot dan pot) sebaiknya dipotong. Demikian juga untuk daunnya, apabila terlalu rimbun perlu untuk dikurangi. Kemudian bibit ditanam dalam pot yang sudah terisi bahan sepertiga bagian dan lanjutkan penambahan media tanam hingga dua pertiga bagian pot.
  Langkah selanjutnya isilah pot bertingkat tersebut dengan nutrisi yang dibutuhkan (sesuai paparan dibawah). Sedang untuk pertama kalinya, tanaman perlu pengerudungan dengan plastik transparan selama dua minggu, letakkan ditempat yang teduh.
Formulasi Kebutuhan Nutrisi
  Pemenuhan kebutuhan nutrisi bisa anda peroleh dengan cara memberi berbagai macam pupuk khusus hidroponik dengan formulasi tertentu yang banyak tersedia ditoko-toko pertanian. Dalam fase awal pertumbuhan perlu perawatan secara rutin, misalnya dipagi hari tanaman perlu dikenakan sinar matahari. Kemudian juga perlu pemupukan secara rutin dalam setiap dua hingga lima hari sekali. Gunakan pupuk NPK Grand S 15 sebanyak satu sendok makan untuk kemudian larutkan kedalam sepuluh liter air. Masukkan larutan pupuk ini kedalam pot dasar sesuaikan dengan ketersediaan air dalam pot.
  Sebagaimana dalam paparan dimuka, untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bisa juga dilakukan dengan pemberian pupuk tambahan. Yang pemenuhannya bisa melalui daun, misalnya disemprot dengan Mamigro ataupun tambahan pupuk mikro Fitomic dengan aplikasi seminggu sekali.  Mengenai kebutuhan nutrisi dalam teknik hidroponik, Soedarsono salah seorang civitas akademika dari IPB Bogor juga pernah menentukan sebuah formula sebagai berikut : Kebutuhan unsur makro dapat dipenuhi dengan 6 gram urea, 9 gram SP36, 5 gram 2K, 5 gram garam inggris (MgSO4) dan 7,5 gram kapur (kalsium karbonat). 
Sedangkan unsur mikronya dapat dipenuhi dengan 2,86 gram asam boraks, 0,22 gram asam sulfat, 2.03 gram mangan sulfat, 0.08 gram terusi, 0.02 asam molibdad dan 7.5 gram Fechelat. Cara pengaplikasiannya seperti dalam penggunaan NPK Grand S 15, yakni semua unsur baik makro maupun mikro dilarutkan kedalam 10 liter air.
Salah satu bentuk budidaya hidroponik secara besar-besaran dalam greenhouse  
Keuntungan teknik hidroponik
  Untuk keperluan hiasan, pot dan tanaman akan selalu bersih sehingga peletakan tanaman dalam ruangan akan lebih fleksibel. Sehingga untuk mendisign interior ruangan rumah akan bisa lebih leluasa dalam menempatkan pot-pot hidroponik. Bila tanaman yang digunakan adalah tanaman bunga, untuk bunga tertentu bisa diatur warna yang dikehendaki, tergantung tingkat keasaman dan basa larutan yang dipakai dalam pelarut nutrisinya.
  Penggunaan tanaman buah-buahan seperti kedondong bangkok misalnya, menurut Santosa HB.,(2001), akan bisa menghasilkan penampakan tanaman yang dapat berbuah lebat sepanjang waktu. Kuncinya adalah dengan mengatur C/N ratio, yakni melalui pemangkasan pada cabang, batang dan daun yang tumbuh berlebihan. Disamping, pemangkasan juga akan merangsang pembungaan dan pembuahan. 

(Ir. M. Harris, Technical Field Lampung).


Sabtu, 05 Desember 2009

Pertanian Organik

Pembangunan di berbagai sektor selalu memunculkan dua sisi, positif dan negatif. Demikian pula di sektor pertanian, lebih-lebih di saat manusia semakin menguasai teknologi yang berorientasi pada hasil yang sebesar-besarnya. Sejarah pertanian dunia mengalami lompatan yang sangat berarti dari pertanian tradisional menuju pertanian modern. Dahulu petani melakukan kegiatan bercocok tanam secara sederhana. Mereka menggunakan cangkul dan bajak untuk mengolah tanah, menebar pupuk kandang untuk menambah unsur hara tanah, menggunakan pestisida alami untuk mengendalikan hama dan penyakit, dll.Pola pertanian tradisional berubah terutama sejak ditemukannya pestisida sintetis pada awal abad 20. Pestisida sintetis membunuh hama dengan cepat serta memiliki periode pengendalian (residu) yang panjang, mudah dibuat secara masal dan mudah diangkut serta disimpan. Keunggulan –keunggulan tersebut membuat petani dengan cepat melupakan penggunaan pestisida alami.Penemuan pestisida sintetis berhasil mengantarkan sektor pertanian menuju green revolution ditandai dengan peningkatan hasil panen serta pendapatan petani secara signifikan. Di Indonesia, upaya-upaya untuk mengoptimalkan hasil panen dilakukan melalui program Intensifikasi pertanian (sejak tahun 70-an). Melalui Program Intensifikasi pertanian, pemerintah getol menyarankan para petani untuk menggunakan bibit unggul, melakukan pemupukan (terutama dg pupuk kimia), serta pemberantasan hama dan penyaknit dg pestisida buatan.Program intensifikasi pertanian dikatakan berhasil, indonesiapun swasembada pangan. Namun tampaknya ada yang terlupa dalam program tersebut tidak diperhatikannya aspek-aspek lingkungan. Maka lingkunganpun menerima berbagai dampak negatif selama digiatkannya program pemerintah tersebut. Beberapa dampak negatif tersebut, sebagai berikut:
1. Dampak Pemilihan Bibit Unggul

Untuk mengoptimalkan hasil panen penyuluh giat menyarankan penggunaan bibit unggul. Jenis tanaman yang dipilih praktis hanya jenis-jenis yang menguntungkan secara ekonomis. Bahkan kemudian dilakukan pemuliaan tanaman untuk mendapatkan sifat-sifat tanaman yang sesuai dengan keinginan manusia. Jenis-jenis lokal dan jenis tanaman yang dipandang kurang menguntungkan semakin dilupakan. Semakin lama jenis-jenis tersebut terancam kepunahan. Ini adalah ancaman serius terhadap keanekaragaman hayati.
2. Dampak Penggunaan Pupuk Kimia Buatan

Untuk memacu pertumbuhan tanaman, perlu ketersediaan unsur hara yang cukup di dalam tanah. Karenanya ditambahkan pupuk ke dalam tanah. Mulanya petani cukup memberikan pupuk kandang, namun kemudian lebih disukai untuk menambahkan pupuk kimia buatan, karena pupuk kimia buatan mengandung unsur hara lengkap baik makro maupun mikro. Pengaplikasian pupuk kimia secara terus-menerus ke dalam tanah ternyata merubah struktur tanah. Tanah yang tadinya remah, setelah mendapat perlakuan dengan pupuk kimia terus-menerus kemudian menjadi keras.
3. Dampak Penggunaan Pestisida

Penggunaan pestisida buatan bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi pestisida sintetis telah mampu membantu manusia melawan berbagai hama dan penyakit tanaman, sehingga kehilangan investasi akibat gagal panen karena serangan hama dan penyakit dapat dihindarkan. Di sisi lain penggunaan pestisida sintetis secara besar-besaran ternyata menimbulkan sederet dampak negatif terhadap lingkungan dan pada akhirnya juga kerugian terhadap manusia.1. Pencemaran air dan tanah2. Berkurangnya keefektifan pestisida sintetis3. Matinya musuh alami hama tanaman4. Matinya organisme yang berguna5. Serangan hama sekunder


PERTANIAN ORGANIK : SEBUAH SOLUSI BIJAK
Di tengah berbagai permasalahan diatas, muncullah tren pertanian organik. Meski sebenarnya, dalam sejarah pertanian, pertanian organik bukan barang baru. Pertanian Organik di Indonesia dikenal sekitar tahun 90-an. Munculnya tren pertanian organik didorong kesedaran manusia untuk mengkonsumsi bahan makanan yang bebas dari bahan berbahaya termasuk residu pestisida. Tren ini juga didorong kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungannya. Pertanian organik merupakan cara bercocok tanam ramah lingkungan, ciri utama pertanian organik adalah penggunaan varietas lokal diikuti pemupukan dengan pupuk organik serta pengendalian hama juga dengan pestisida alami.

Pestisida Buatan Sendiri

Pestisida organik adalah bagian dari pertanian berkelanjutan yang saat ini dikembangkan. Supaya pertanian kita berkelanjutan, tidak menciptakan ketergantungan dan tidak merusak lingkungan maka jangan terlalu mengunakan pestisida dan pupuk kimia dari pabrik dalam bertani.
Dalam produksi pertanian tidak terlepas dari yang namanya faktor produksi. Salah satu faktor produksi adalah pengunaan pestisida untuk membasmi hama yang menyerang tanaman budidaya petani. Pada masa pendudukan Indonesia, petani terbiasa mengunakan pestisida kimia dari pabrik yang sebenarnya sangat potensial merugikan lingkungan dan kesehatan petani. Dan juga secara ekonomis biaya produksi sangat tinggi. Pada era kemerdekaan yang sedang gencar mengembangkan sistem pertanian organik atau pertanian berkelanjutan, kita harus mengunakan pestisida organik.
Dalam sistem pertanian berkelanjutan, diharapkan petani mengunakan pestisida organik karena ramah lingkungan dan tidak menimbulkan dampak negatif lainnya. Kita menghindari pengunaan pestisida kimia dari pabrik untuk memberantas hama karena banyak faktor negatifnya seperti pencemaran lingkungan dan juga mempengaruhi kesuburan tanah. Jadi jangan hanya dilihat sebagai pemberantas hama yang menyerang tanaman. Pemberantasan hama dengan mengunakan pestisida kimia dalam konsentrasi yang tinggi akan meresap kedalam tanaman dan tidak bisa hilang yang disebut residu. Residu (zat sisa) bahan kimia yang terserap dalam tanaman berbahaya bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Walaupun tidak secara langsung menimbulkan sakit (penyakit) pada saat mengkonsumsi hasil pertaniannya, tetapi akan menimbulkan berbagai penyakit di kemudian hari setelah manusia itu lanjut usia. Pestisida kimia tidak hanya mengancam kesehatan manusian melalui resido, akan tetapi juga secara ekonomis petani harus mengeluarkan biaya yang lebih untuk membelinya di pabrik. Dan juga akan memciptakan ketergantungan bibit tanaman yang terbiasa mengunakan pestisida kimia, kalau tidak lagi mengunakan pestisidanya maka akan memberikan pertumbuhan yang tidak baik dan produksi tanaman yang rendah. Ketergantungan yang lebih parah lagi adalah para pengusaha yang mempunyai pabrik pestisida kimia bisa mengendalikan harga hasil pertanian sesuai dengan keinginannya karena produksi hasil pertanian petani tergantung dari pestisida yang mereka hasilkan. Kalau terjadi demikian maka petani hanya sekedar pekerja atas tanahnya sendiri untuk kepentingan pengusaha pestisida kimia dan pupuk kimia yang tidak pernah bekerja di sawah dan kebun.
Tetapi yang menjadi persoalan sekarang adalah bagaimana supaya kita sebagai petani terhindar dari pengunaan pestisida kimia dalam memberantas hama yang sekarang menjadi persoalan kita. Untuk itu, harus mencari jalan keluar atau alternatif lain untuk bisa mengatasi masalahnya. Selama ini sudah banyak NGO yang memberdayakan petani untuk hidup mandiri dan tidak tergantung pada orang lain telah mencari alternatif pemecahan yang disesuaikan dengan kondisi sumberdaya alam yang ada. Sebenarnya, membasmi hama tidak selalu mengunakan pestisida kimia yang sangat merugikan itu. Tetapi kita bisa menghindari hama dengan pengolahan tanah yang baik karena tanah yang bersih/sehat akan menghasilkan tanaman sehat pula; Pengunaan bibit atau benih lokal yang sudah beradaptasi dengan lingkungan kita yang relatif tahan terhadap hama; Dan mengunakan pola tanam campuran atau tumpan sari. Kalau terpaksa harus mengunakan pestisida maka bisa mengunakan pestisida organik buatan oleh petani dengan memamfaatkan kekayaan alam sendiri.
Sebenarnya hal pembuatan pestisida organik sendiri tidaklah susah, tergantung dari kreatifitas para petani sendiri setelah mengetahuinya. Sebab sudah banyak kali Perkumpulan HAK bersama kelompok tani dampingan seperti di Subdistrik Luro, Distrik Lautem dan Subdistrik Alas, Distrik Manufahi mengatasi hama dengan membuat pestisida organik buatan sendiri. Pestisida organik ini dibuat dari tumbuh-tumbuhan yang ada di lingkungan kita. Hal ini sangat baik diikuti oleh semua petani di seluruh Timor Lorosae karena semua bahan yang digunakan untuk membuat pestisida organik terdapat di alam kita sendiri. Bahan-bahan baku pembuatan pestisida organik itu seperti dedaunan, bunga dan biji, batang, akar dan umbi-umbian tanaman yang pahit.
Daun, batang, akar dan umbi tanaman yang sering digunakan oleh petani dampingan selama ini untuk membuat pestisida organi antara lain: (a) Jenis dedaunan misalnya: daun mindi, mahoni, surem, daun ai-hanek, daun tuba, daun sirsak, daun siri, daun tembako, daun bunga paitan, daun ai-kalik dan dedaunan pahit lainnya. (b) Umbi-umbian, misalnya: Umbi gadung (kuan kout), Umbi Laos, Maek Katar. (c) Jenis batang dan akar seperti tuha, Bauk moruk, akar mahoni, batang bunga paitan. (d) Bunga dan Biji seperti: biji sirsak, biji nyamplon (sampalo), lombok, bunga kenikir, mekar sore, brontoali dan bunga paitan. Bahan-bahan untuk membuat pestisida organik tidak hanya yang disebutkan diatas tetapi masih banyak jenis ragamnya di Timor Lorosae yang belum teridentifikasi.
Pembuatan pestisida organik secara alamiah dengan mengunakan tumbuh-tumbuhan di atas sangat mudah. Tingal kreatifitas dan ketekunan petani mencoba mengerjakan dengan memamfaatkan semua sumberdaya alam yang kita miliki untuk kebutuhan kita. Pestisida organik buatan sendiri ini juga tidak menimbulkan efek sampin terhadap lingkungan dan tidak ada resido yang terserap dalam tanaman karena tidak mencampur dengan bahan kimia. Secara ekonomis petani tidak mengeluarkan biaya yang lebih tinggi dalam proses pembuatannya karena bahannya mudah didapatkan (sudah tersedia di alam sekitar kita). Dan dalam proses pembuatan pestisida organik juga hanya mengunakan alat-alat yang sudah dimiliki petani seperti: parang, pisau, lingis, ember dan alat penumbuk tradisional lainnya. Serta dalam proses itu juga petani bisa memamfaatkan limbah-limbah tertentu yang dibutuhkan tanpa mengeluarkan biaya seperti botol plastik Aqua, botol dan kaleng lainya yang bisa digunakan untuk menyimpang pestisida hasil buatan maupun prosesnya.
Cara membuat pestisida organikCara pembuatannya sederhana, tidak membutuhkan teknik yang sulit sehingga bisa dibuat oleh semua petani yang ada di Timor Lorosae kalau membutuhkannya.

Langkah-langkanya sebagai berikut:
1. Mengumpulkan semua bahan yang telah disebutkan di atas baik jenis daun-daunan, bunga dan biji, batang-batangan dan umbi-umbian. Jumlah bahan yang diambil sesuai dengan kebutuhan.
2. Semua jenis bahan ditumbuk, digerus sesuai dengan bahan sampai hancur dengan mengunakan alat tumbuk yang dimiliki petani. Tiap jenis bahan yang mau digunakan harus ditumbuk atau digerus secara sendiri-sendiri.
3. Hasil tumbukan atau gerusan dicampur dengan air secukupnya sesuai dengan jumlah bahan yang ditumbuk, kemudian diaduk sampai rata dalam ember atau bak pengaduk lainya. Dan tiap adukan disimpan di tempat yang teduh (dari sinar matahari maupun air hujan) minimal selama 24 jam lamanya.
4. Campuran yang telah disimpan itu kemudian diperas dan disaring airnya, kemudia diisi dalam botol plastik atau kalen bekas apa saja yang bisa dimamfaatkan untuk disimpan.
Air perasan bahan-bahan itu merupakan pestisida yang siap digunakan sesuai dengan kebutuhan petani. Setiap bahan bisa digunakan sendiri-sendiri untuk memberantas hama yang menyerang tanaman kita, misalnya untuk untuk memberantas hama tikus dan lainya mengunakan bauk moruk dan tuha. Dan juga untuk hama tertentu bisa mengunakan campuran satu sama lain untuk memberantas atau menyemprotkan pada hama yang menyerang tanaman. Misalnya hama wereng pada tanaman padi bisa memakai campuran hasil air rendaman bungga paitan dengan bunga kinikir yang telah diperas. Bisa juga kita mencoba mengunakan jenis yang ada secara sendiri-sendiri untuk mengatasi hama yang menyerang tanaman kita. Sebelum mengunakan, ukuran campuran dengan air tidak tetap, semuanya disesuaikan dengan kebutuhan dengan menambah konsentrasi (jumlah) pestisida yang digunakan sampai bisa menjawab persoalan yang kita hadapi.Bagi para petani yang selama ini mengalami masalah dalam memberantas hama, maka sekarang saatnya mencoba dan mengunakan pestisida organik buatan sesuai dengan kebutuhan. Kami yakin akan bisa membantu menjawab persoalan yang dihadapi dengan tidak mengeluarkan biaya produksi yang terlalu tinggi untuk membeli pestisida kimia dari pabrik.