Selasa, 21 Mei 2013

Pertanian Organik Pilihan Petani Sayang Lingkungan



Pembangunan di berbagai sektor selalu memunculkan dua sisi, positif dan negatif. Demikian pula di sektor pertanian, lebih-lebih di saat manusia semakin menguasai teknologi yang berorientasi pada hasil yang sebesar-besarnya. Sejarah pertanian dunia mengalami lompatan yang sangat berarti dari pertanian tradisional menuju pertanian modern. Dahulu petani melakukan kegiatan bercocok tanam secara sederhana. Mereka menggunakan cangkul dan bajak untuk mengolah tanah, menebar pupuk kandang untuk menambah unsur hara tanah, menggunakan pestisida alami untuk mengendalikan hama dan penyakit, dll.Pola pertanian tradisional berubah terutama sejak ditemukannya pestisida sintetis pada awal abad 20. Pestisida sintetis membunuh hama dengan cepat serta memiliki periode pengendalian (residu) yang panjang, mudah dibuat secara masal dan mudah diangkut serta disimpan. Keunggulan –keunggulan tersebut membuat petani dengan cepat melupakan penggunaan pestisida alami.Penemuan pestisida sintetis berhasil mengantarkan sektor pertanian menuju green revolution ditandai dengan peningkatan hasil panen serta pendapatan petani secara signifikan. Di Indonesia, upaya-upaya untuk mengoptimalkan hasil panen dilakukan melalui program Intensifikasi pertanian (sejak tahun 70-an). Melalui Program Intensifikasi pertanian, pemerintah getol menyarankan para petani untuk menggunakan bibit unggul, melakukan pemupukan (terutama dg pupuk kimia), serta pemberantasan hama dan penyaknit dg pestisida buatan.Program intensifikasi pertanian dikatakan berhasil, indonesiapun swasembada pangan. Namun tampaknya ada yang terlupa dalam program tersebut tidak diperhatikannya aspek-aspek lingkungan. Maka lingkunganpun menerima berbagai dampak negatif selama digiatkannya program pemerintah tersebut. Beberapa dampak negatif tersebut, sebagai berikut:
1. Dampak Pemilihan Bibit Unggul
Untuk mengoptimalkan hasil panen penyuluh giat menyarankan penggunaan bibit unggul. Jenis tanaman yang dipilih praktis hanya jenis-jenis yang menguntungkan secara ekonomis. Bahkan kemudian dilakukan pemuliaan tanaman untuk mendapatkan sifat-sifat tanaman yang sesuai dengan keinginan manusia. Jenis-jenis lokal dan jenis tanaman yang dipandang kurang menguntungkan semakin dilupakan. Semakin lama jenis-jenis tersebut terancam kepunahan. Ini adalah ancaman serius terhadap keanekaragaman hayati.
2. Dampak Penggunaan Pupuk Kimia Buatan
Untuk memacu pertumbuhan tanaman, perlu ketersediaan unsur hara yang cukup di dalam tanah. Karenanya ditambahkan pupuk ke dalam tanah. Mulanya petani cukup memberikan pupuk kandang, namun kemudian lebih disukai untuk menambahkan pupuk kimia buatan, karena pupuk kimia buatan mengandung unsur hara lengkap baik makro maupun mikro. Pengaplikasian pupuk kimia secara terus-menerus ke dalam tanah ternyata merubah struktur tanah. Tanah yang tadinya remah, setelah mendapat perlakuan dengan pupuk kimia terus-menerus kemudian menjadi keras.
3. Dampak Penggunaan Pestisida
Penggunaan pestisida buatan bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi pestisida sintetis telah mampu membantu manusia melawan berbagai hama dan penyakit tanaman, sehingga kehilangan investasi akibat gagal panen karena serangan hama dan penyakit dapat dihindarkan. Di sisi lain penggunaan pestisida sintetis secara besar-besaran ternyata menimbulkan sederet dampak negatif terhadap lingkungan dan pada akhirnya juga kerugian terhadap manusia.
1. Pencemaran air dan tanah
2. Berkurangnya keefektifan pestisida sintetis
3. Matinya musuh alami hama tanaman
4. Matinya organisme yang berguna
5. Serangan hama sekunder