Pada empat (4) tahun terakhir (2007-2010) Indonesia telah berswasembada beras dengan laju peningkatan produksi 4,5% per tahun. Peningkatan produksi tersebut tercapai setelah Pemerintah gencar melaksanakan program P2BN (Program Peningkatan Produksi Beras Nasional) dengan memberikan berbagai subsidi, bantuan langsung dan insentif bagi petani dalam bentuk benih unggul termasuk padi hibrida, pupuk kimia (N,P, K ) dan pupuk organik pada petani dan kelompok tani melalui Gapoktan. Kegiatan penyuluhan petani ditingkatkan dengan menambah kuantitas dan kualitas tenaga PPL yang disebarkan sampai ke semua desa. Tujuan utama kegiatan P2BN adalah peningkatan produksi padi setiap tahun yang ditargetkan 5% guna mengimbangi pertambahan kebutuhan pangan akibat pertambahan penduduk serta kebutuhan sektor lain akan tanaman pangan.
Menuju kemandirian dan ketahanan pangan nasional, program peningkatan produksi beras nasional dilakukan dengan beberapa skenario, yaitu 1) peningkatan produksi beras nasional melalui program intensifikasi khusus, 2) perluasan areal padi melalui program ekstensifikasi khusus, dan 3) gabungan/kombinasi program intensifikasi dan ekstensifikasi.
Peningkatan produksi beras nasional melalui program intensifikasi khusus salah satunya dapat dilakukan dengan memaksimalkan input pupuk organik saat pengolahan lahan. Maksimalisasi input pupuk organik bukan bertujuan untuk menghilangkan penggunaan pupuk anorganik, tetapi bertujuan untuk memperbaiki kondisi unsur hara tanah sehingga dapat berproduksi secara maksimal saat input produksi lainnya seperti penggunaan pupuk N,P,K dan bibit unggul dilaksanakan secara maksimal.
A. Masalah
Seiring dengan digalakkannya program peningkatan produksi beras nasioanl (P2BN), maka salah satu masalah yang sering dihadapi di lapangan adalah terbatasnya jumlah produksi pupuk organik di kalangan petani. Padahal pupuk organik merupakan salah satu input produksi yang memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka memperbaiki unsur hara tanah yang saat ini kondisinya sangat memprihatinkan.
Pemakaian pupuk an-organik secara berlebihan dan berlangsung terus menerus tanpa diimbangi dengan pemakaian pupuk organik menyebabkan kualitas tanah menurun dan tidak optimal untuk usaha pertanian. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 79% lahan pertanian di Indonesia khususnya sawah memiliki kadar C-Organik tanah < 2% , padahal kadar C-Organik dalam tanah yang baik untuk pertanian minimal
5%. Satu-satunya solusi untuk mengembalikan kesuburan tanah atau untuk
meningkatkan kadar hara tanah adalah dengan menggunakan pupuk organik atau
bahan-bahan organik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa permasalahan utama
yang dihadapi dalam meningkatkan produksi beras nasional adalah rendahnya
kandungan C-organik tanah sehingga tidak mampu berproduksi secara maksimal.
B. Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi terkait pentingnya peranan pupuk organik dalam peningkatan produksi pertanian, khususnya dalam rangka meningkatkan produksi padi.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup bahasan dalam tulisan ini adalah peranan pupuk organik dalam peningkatan produksi beras nasional.
I. PUPUK ORGANIK DAN PERANANNYA DALAM PENINGKATAN PRODUKSI PADI NASIONAL
A. Peranan Pupuk Organik dalam Peningkatan Produksi Pertanian
Sejarah penggunaan pupuk pada dasarnya merupakan bagian daripada sejarah pertanian. Penggunaan pupuk organik diperkirakan sudah dimulai sejak permulaan manusia mengenal bercocok tanam, yaitu sekitar 5.000 tahun yang lalu. Bentuk primitif dari penggunaan pupuk dalam memperbaiki kesuburan tanah dimulai dari kebudayaan tua manusia di daerah aliran sungai-sungai Nil, Euphrat, Indus, Cina, dan Amerika Latin.
Di Indonesia, pupuk organik sudah lama dikenal para petani. Penduduk Indonesia sudah mengenal pupuk organik sebelum diterapkannya revolusi hijau. Setelah revolusi hijau, kebanyakan petani lebih suka menggunakan pupuk buatan karena praktis menggunakannya, jumlahnya jauh lebih sedikit dari pupuk organik, harganyapun relatif murah, dan mudah diperoleh.
Kebanyakan petani sudah sangat tergantung pada pupuk buatan, sehingga dapat berdampak negatif terhadap perkembangan produksi pertanian. Tumbuhnya kesadaran para petani akan dampak negatif penggunaan pupuk buatan dan sarana pertanian modern lainnya terhadap lingkungan telah membuat mereka beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik. Meskipun demikian, agar kuantitas produksi tetap terjaga maka penggunakan pupuk anorganik tetap dianjurkan untuk digunakan secara berimbang.
1. Jenis-jenis pupuk organik dan manfaatnya
Saat ini petani terkadang masih bingung memilih jenis pupuk organik yang baik untuk digunakan di lahan persawahan. Karena begitu banyak ragam merek pupuk organik yang beredar dipasaran yang terkadang tidak diimbangi dengan kualitas. Oleh karena itu, langkah terbaik sesungguhnya untuk menyelesaikan persoalan ini adalah memberikan pengetahuan kepada petani untuk membuat pupuk organik secara mandiri. Namun demikian, sebelum membuat pupuk organik alangkah baiknya jika setiap masyarkat mengenal manfaat dari jenis jenis-jenis pupuk organik berikut ini :
1) Pupuk kandang
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Hewan yang kotorannya sering digunakan untuk pupuk kandang adalah hewan yang bisa dipelihara oleh masyarakat, seperti kotoran kambing, sapi, domba, dan ayam. Selain berbentuk padat, pupuk kandang juga bisa berupa cair yang berasal dari air kencing (urine) hewan. Pupuk kandang mengandung unsur hara makro dan mikro. Pupuk kandang padat (makro) banyak mengandung unsur fosfor, nitrogen, dan kalium. Unsur hara mikro yang terkandung dalam pupuk kandang di antaranya kalsium, magnesium, belerang, natrium, besi, tembaga, dan molibdenum. Kandungan nitrogen dalam urine hewan ternak tiga kali lebih besar dibandingkan dengan kandungan nitrogen dalam kotoran padat. Pupuk kandang terdiri dari dua bagian, yaitu: pupuk kandang dingain dan pupuk kandang panas. Pupuk dingin adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan Secara perlahan oleh mikroorganime sehingga tidak menimbulkan panas, contohnya pupuk yang berasal dari kotoran sapi, kerbau, dan babi. Pupuk panas adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan mikroorganisme secara cepat sehingga menimbulkan panas, contohnya pupuk yang berasal dari kotoran kambing, kuda, dan ayam. Pupuk kandang bermanfaat untuk menyediakan unsur hara makro dan mikro dan mempunyai daya ikat ion yang tinggi sehingga akan mengefektifkan bahan - bahan anorganik di dalam tanah, termasuk pupuk anorganik. Selain itu, pupuk kandang bisa memperbaiki struktur tanah, sehingga pertumbuhan tanaman bisa optimal. Pupuk kandang yang telah siap diaplikasikan memiliki cirri – cirri : dingin, remah, wujud aslinya tidak tampak, dan baunya telah berkurang. Jika belum memiliki ciri-ciri tersebut, pupuk kandang belum siap digunakan. Penggunaan pupuk yang belum matang akan menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan bisa mematikan tanaman. Penggunaan pupuk kandang yang baik adalah dengan cara dibenamkan, sehingga penguapan unsur hara akibat proses kimia dalam tanah dapat dikurangi. Penggunaan pupuk kandang yang berbentuk cair paling baik dilakukan setelah tanaman tumbuh, sehingga unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang cair ini akan cepat diserap oleh tanaman.
2) Pupuk hijau
Pupuk hijau adalah pupuk organik yang berasal dari tanaman atau berupa sisa panen. Bahan tanaman ini dapat dibenamkan pada waktu masih hijau atau setelah dikomposkan. Sumber pupuk hijau dapat berupa sisa-sisa tanaman (sisa panen) atau tanaman yang ditanam secara khusus sebagai penghasil pupuk hijau, seperti sisa–sisa tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman paku air (Azolla).
Jenis tanaman yang dijadikan sumber pupuk hijau diutamakan dari jenis legume, karena tanaman ini mengandung hara yang relatif tinggi, terutama nitrogen dibandingkan dengan jenis tanaman lainnya. Tanaman legume juga relatif mudah terdekomposisi sehingga penyediaan haranya menjadi lebih cepat. Pupuk hijau bermanfaat untuk meningkatkan kandungan bahan organik dan unsur hara di dalam tanah, sehingga terjadi perbaikan sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, yang selanjutnya berdampak pada peningkatan produktivitas tanah dan ketahanan tanah terhadap erosi. Pupuk hijau digunakan dalam:
Penggunaan tanaman pagar, yaitu dengan mengembangkan sistem pertanaman lorong, dimana tanaman pupuk hijau ditanam sebagai tanaman pagar berseling dengan tanaman utama.
Penggunaan tanaman penutup tanah, yaitu dengan mengembangkan tanaman yang ditanam sendiri, pada saat tanah tidak ditanami tanaman utama atau tanaman yang ditanam bersamaan dengan tanaman pokok bila tanaman pokok berupa tanaman tahunan.
3) Kompos
Kompos merupakan sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan, dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi. Jenis tanaman yang sering digunakan untuk kompos di antaranya jerami, sekam padi, tanaman pisang, gulma, sayuran yang busuk, sisa tanaman jagung, dan sabut kelapa. Bahan dari ternak yang sering digunakan untuk kompos di antaranya kotoran ternak, urine, pakan ternak yang terbuang, dan cairan biogas. Tanaman air yang sering digunakan untuk kompos di antaranya ganggang biru, gulma air, eceng gondok, dan azola. Beberapa kegunaan kompos adalah:
a) Memperbaiki struktur tanah.
b) Memperkuat daya ikat agregat (zat hara) tanah berpasir.
c) Meningkatkan daya tahan dan daya serap air.
d) Memperbaiki drainase dan pori - pori dalam tanah.
e) Menambah dan mengaktifkan unsur hara.
Kompos digunakan dengan cara menyebarkannya di sekeliling tanaman. Kompos yang layak digunakan adalah yang sudah matang, ditandai dengan menurunnya temperatur kompos (di bawah 400 c).
4) Humus
Humus adalah material organik yang berasal dari degradasi ataupun pelapukan daun-daunan dan ranting-ranting tanaman yang membusuk (mengalami dekomposisi) yang akhirnya merubah humus menjadi (bunga tanah), dan kemudian menjadi tanah. Bahan baku untuk humus adalah dari daun ataupun ranting pohon yang berjatuhan, limbah pertanian dan peternakan, industri makanan, agro industri, kulit kayu, serbuk gergaji (abu kayu), kepingan kayu, endapan kotoran, sampah rumah tangga, dan limbah-limbah padat perkotaan. Humus merupakan sumber makanan bagi tanaman, serta berperan baik bagi pembentukan dan menjaga struktur tanah. Senyawa humus juga berperan dalam pengikatan bahan kimia toksik dalam tanah dan air.
Selain itu, humus dapat meningkatkan kapasitas kandungan air tanah, membantu dalam menahan pupuk anorganik larut-air, mencegah penggerusan tanah, menaikan aerasi tanah, dan juga dapat menaikkan fotokimia dekomposisi pestisida atau senyawa-senyawa organik toksik. Kandungan utama dari kompos adalah humus. Humus merupakan penentu akhir dari kualitas kesuburan tanah, jadi penggunaan humus sama halnya dengan penggunaan kompos.
5) Pupuk organik buatan
Pupuk organik buatan adalah pupuk organik yang diproduksi di pabrik dengan menggunakan peralatan yang modern. Beberapa manfaat pupuk organik buatan, yaitu:
a) Meningkatkan kandungan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
b) Meningkatkan produktivitas tanaman.
c) Merangsang pertumbuhan akar, batang, dan daun.
d) Menggemburkan dan menyuburkan tanah.
Pada umumnya, pupuk organik buatan digunakan dengan cara menyebarkannya di sekeliling tanaman, sehingga terjadi peningkatan kandungan unsur hara secara efektif dan efisien bagi tanaman yang diberi pupuk organik tersebut.
2. Pupuk Organik bukan pengganti pupuk anorganik
Setelah memahami manfaat dan jenis-jenis pupuk organik, maka pertanyaan yang mungkin muncul di benak kita adalah “apakah pupuk organik merupakan pengganti dari pupuk anorganik?” Pertanyaan ini seringkali muncul seiring semakin tingginya animo masyarakat untuk menggunakan produk organik. Slogan “back to nature” sudah mulai ramai dibicarakan di masyarakat, khususnya masyarakat perkotaan yang memiliki kategori kelas menengah ke atas. Seiring dengan kondisi tersebut, masyarakat juga semakin memiliki rasa keingin tahuan yang tinggi terkait penggunaan pupuk dalam proses produksi pertanian. Oleh karena itu, dibutuhkan jawaban yang cerdas sekaligus memberikan solusi atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Budidaya pertanian organik memang sudah memungkinkan dilaksanakan untuk komoditas tertentu, misalnya tanaman hortikultura. Meskipun demikian tidak semua tanaman hortikultura dapat diperlakukan dengan menggunakan sistem pertanian organik murni. Hal ini sangat tergantung pada tingkat kesuburan tanah. Pengalaman yang dilaksanakan di Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku, khususnya pada lahan pertanian organik menunjukkan bahwa jenis tanaman hortikultura yang dapat tumbuh dengan baik melalui sistem pertanian organik adalah terong, cabai, kangkung, sawi, mentimun dan seledri. Perlakuan yang diberikan adalah pada tahap awal sebelum ditanami ditaburkan pupuk organik sebanyak 10 ton perhektar, dan 2 ton/ha setiap selesai panen. Hasilnya adalah pertanaman tumbuh dengan sangat baik meskipun tidak menggunakan pupuk anorganik.
Ada banyak keuntungan yang dapat diperoleh melalui sistem pertanian organik pada tanaman hortikultura, diantaranya adalah :
1) Umur produksi tanaman lebih panjang
2) Perakaran tidak dalam sehingga mudah dicabut saat masa produksi sudah tidak ekonomis
3) Hasil produksi memiliki rasa lebih gurih dan renyah untuk beberapa jenis sayuran.
4) Limbah tanaman lebih cepat lapuk.
Sedangkan pada tanaman pangan khususnya pertanaman padi belum memungkinkan untuk dilaksanakan sistem pertanian organik secara menyeluruh. Apalagi dengan adanya program peningkatan produksi beras, maka yang terbaik dilakukan adalah melakukan pemupukan secara berimbang. Meskipun demikian, pada lokasi-lokasi yang tanahnya sudah memiliki kandungan unsur hara yang memadai, khususnya yang sudah memiliki C-organik di atas 5%, maka pertanian organik sudah memungkinkan untuk dilaksanakan. Tetapi jika menggunakan varietas hibrida, maka penggunaan pupuk anorganik tetap dibutuhkan. Hal ini karena padi hibrida membutuhkan nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas non hibrida.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahwa penggunaan pupuk organik saja tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan ketahanan pangan. Oleh karena itu sistem pengelolaan hara terpadu yang memadukan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik perlu digalakkan. Sistem pertanian yang disebut sebagai LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture) menggunakan kombinasi pupuk organik dan anorganik yang berlandaskan konsep good agricultural practices perlu dilakukan agar degredasi lahan dapat dikurangi dalam rangka memelihara kelestarian lingkungan. Pemanfaatan pupuk organik dan pupuk anorganik untuk meningkatkan produktivitas lahan dan produksi pertanian perlu dipromosikan dan digalakkan. Program-program pengembangan pertanian yang mengintegrasikan ternak dan tanaman (crop-livestock) serta penggunaan tanaman legum baik berupa tanaman lorong (alley cropping) maupun tanaman penutup tanah (cover crop) sebagai pupuk hijau maupun kompos perlu diintensifkan.
Sedangkan pertanian yang hanya berfokus pada penggunaan pupuk anorganik sebagai input produksi tanpa menggunakan pupuk organik sebagai suplemen untuk memperbaiki hara tanah telah terbukti memberikan efek negatif terhadap kondisi tanah. Tanah menjadi keras sehingga memiliki aerasi yang rendah. Akibatnya pertanaman tidak bisa menyerap makanan yang tersedia dalam tanah dengan baik.
3. Mengapa Pupuk Organik bisa menjadi Solusi Peningkatan Produksi Padi Nasional?
Hasil penelitian di Kab. Selayar Provinsi Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh Abd. Syukur (2011) Peneliti BPTP Makassar menunjukkan bahwa dengan input teknologi, telah terjadi peningkatan produksi padi secara signifikan, yaitu dari rata-rata 4 ton / ha menjadi 8,48 ton/ha. Adapun perlakuan teknologinya adalah :
1) Perbaikan varietas dengan menggunakan verietas Impari 7, 8, dan 10.
2) Tanam pindah dengan umur 16 – 20 hari. Artinya adalah tidak ada penanaman bibit yang sudah berusia lebih dari 20 hari.
3) Sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan jumlah bibit perlubang antara 1-3 helai.
4) Pemupukan berimbang, yaitu tepat dosis dan tepat waktu.
5) Pengendalian hama terpadu.
Secara umum digambarkan bahwa rata-rata produksi padi masyarakat sebelum adanya input teknologi adalah 4 ton/ha. Setelah diadakan input teknologi maka terjadi peningkatan produksi yang sangat bervariasi, yaitu 8 ton/ha, 8,48 ton/ha, 10,4 ton/ha dan 10,16 ton/ha. Adanya perbedaan jumlah produksi padi setelah diberikan input teknologi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1) Produksi 8 ton/ha, perilaku petani biasanya pasrah. Artinya petani jarang melakukan penyiangan pada lahan sawah.
2) Produksi padi 8,4 ton/ha. Petani rajin melakukan penyiangan.
3) Produksi 10,48 dan 10,16 ton/ha, sawah merupakan tempat berkumpulnya kerbau ketika musim pasca panen.
Dari keterangan tersebut dapat diketahui bahwa sawah yang biasa digunakan oleh petani untuk menyimpan ternak memiliki produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sawah yang tidak biasa ditempati oleh ternak. Kenapa demikian? Karena sawah yang biasa ditempati ternak untuk makan/minum atau untuk istirahat memiliki kandungan bahan organik yang lebih baik dibandingkan sawah lainnya. Bahan organik ini dihasilkan dari kotoran ternak, baik kotoran padat maupun kotoran cair yang kemudian terdegradasi secara alami. Dengan demikian, maka salah satu tantangan yang menarik untuk dikaji lebih dalam lagi adalah apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada kandungan c-organik tanah yang dijadikan lokasi penelitian?. Meskipun demikian, berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diasumsikan bahwa tanah yang memiliki produksi lebih tinggi memiliki kandungan bahan organik lebih baik dibandingkan dengan tanah yang memiliki produksi lebih rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian pupuk organik yang maksimal akan berdampak pada peningkatan kadar C-organik tanah.
Terjadinya peningkatan kadar C-organik tanah akan mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi padi. Dengan kata lain, pemberian pupuk organik secara maksimal pada lahan sawah akan meningkatkan produksi padi / beras nasional.
II. PENUTUP
A. Kesimpulan
1) Dalam rangka membangun pertanian yang berkelanjutan, maka hal utama yang harus dibangun adalah mindset petani terkait pentingnya penggunaan pupuk organik.
2) Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus tanpa diimbangi dengan penggunaan pupuk organik akan mengakibatkan kerusakan pada tanah.
3) Pupuk organik memiliki peranan yang sangat besar dalam memperbaiki unsur hara tanah.
4) Penggunaan pupuk organik dan anorganik secara berimbang disertai dengan input teknologi lainnya yang memadai akan meningkatkan produksi padi.
5) Pupuk organik merupakan solusi dalam rangka peningkatan produksi padi nasional.
B. Saran
1) Sebaiknya setiap aparatur negara, khususnya yang terkait dengan bidang pertanian lebih fokus lagi dalam mensosialisasikan manfaat penggunaan pupuk organik.
2) Pemberian hibah mesin pengolah pupuk organik kepada petani sebainya disertai dengan pembinaan berkelanjutan sehingga petani dapat memahami dan menyadari pentingnya penggunaan pupuk organik.
DAFTAR PUSTAKA
Andoko, Agus. 2007. Budidaya Padi Secara Organik. Jakarta: Penebar Swadaya
Anonim, Abdul Syukur. 2011. Input Teknologi pada Budidaya Padi di Kab. Selayar. BPTP Makassar.
Ibid. 2007. Metode Analisis Biologi Tanah, Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
Anonim, 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya, Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian
Anonim, 2004. Pupuk Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya, Bogor, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Lingga, Pinus; Marsono. 2009. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya
http://id.wikipedia.org/wiki/Pupuk_organik