Jumat, 25 September 2009

Penyakit Antraknose Pada Tanaman Cabai Dan Pengendaliannya

INTISARITANI CAHYONO

Pendahuluan
Cabai merah ( Capsicum annum L) merupakan salah satu komoditas unggulan Provinsi Lampung yang umumnya diusahakan di lahan kering baik pada dataran tinggi maupun dataran rendah. Selain dikonsumsi segar cabai juga merupakan bahan baku industri makanan, farmasi, kosmetik, dll. Sebagai penyedap makanan cabai mengandung vitamin C yang cukup tinggi sehingga tidak mengherankan jika cabai menjadi sumber pendapatan sebagian besar petani sayuran. Diantara komoditas sayuran lainnya, luas panen cabai termasuk tinggi, tetapi produktivitas yang dihasilkan belum menggembirakan. Menurut Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Propinsi Lampung tahun 2004, Luas panen cabai di Lampung 5.563 ha, dengan tingkat produktivitas rata-rata di tingkat petani 2,06 ton/ha. Hasil ini masih termasuk rendah jika dibandingkan dengan rata-rata produksi Naisonal yang mencapai 6,72 ton/ha.
Rendahnya produksi cabai di Provinsi Lampung salah satu kendalanya adalah adanya serangan penyakit antraknose. Penyakit ini sebagian besar menyerang pertanaman cabai di wilayah Kabupaten Tanggamus dan kabupaten Lampung Selatan yang sampai saat ini pengendalian dilakukan dengan menggunakan pestisida. Hal ini disebabkan terbatasnya pengetahuan petani maupun petugas. Oleh karena itu dengan adanya informasi lewat media diharapkan dapat memecahkan masalah–masalah yang dihadapi oleh petani dan pengguna lainnya.

Faktor Penyebab timbulnya Penyakit:

a. Virus: tidak dapat menyebar secara aktif kelain tanaman atau tempat. Untuk menyebar diperlukan serangga faktor seperti kutu daun, lalat putih, wereng, tungau, dan lain nya. Cara lain penyebaran virus ini melalui organ generatif yang digunakan sebagai bibit. Gejala virus secara langsung dipengaruhi oleh faktor luar yaitu kelembaban, temperatur, dan angin
b. Bakteri: Penyakit menyebar melalui air dan tanah. Air merupakan medium utama penyebaran bakteri ke tempat lain di permukaan tanah. Faktor yang paling mempengaruhi adalah kelembaban tanah dan udara. Kelembaban tinggi mendorong dengan cepat terjadinya infeksi. Gejala yang ditimbulkan bervariasi tergantung jenis bakteri dan jaringan yang diserang. Gejala serangan meliputi layu, busuk buah, bercak daun, kudis, dan benjolan. Gejala serangan bervariasi dan menyerang hampir seluruh bagian tanaman. Ciri utama serangan di daun belakang dan buah, terdapat cendawan seperti tepung atau kapas. Gejala lain terdapat bercak pada bagian yang terserang.
Penyebab Antraknose Penyakit Antraknose merupakan penyakit paling menakutkan, serangannya tidak terbatas pada saat buah masih tergantung, tetapi juga mengancam setelah buah di panen. Penyebab adalah jamur Gloesporarium piperantum dan Colletrichum capsici. Jamur ini tersebar dibawah kutikula, mempunyai banyak sekta berwarna coklat tua. Spora berbentuk oval yang ujungnya tumpul dan bengkok.
Gejala Serangan:Gejala awal dimulai dari munculnya bercak kuning pada bagian pucuk yang kemudian berlanjut ke bagian bawah yaitu daun, ranting, dan cabang akan busuk kering yang kemudian berubah menjadi coklat kehitaman. Buah yang terserang akan menjadi lunak dan busuk. Serangan berat menyebabkan seluruh buah keriput dan mengering serta warna kulit buah seperti jerami padi. Sedangkan bila batang yang terserang terlihat berupa benjolan.
Pencegahan dan Pengendalian

1. Menanam varietas yang toleran antraknose seperti varietas: Laris, Cemeti, dan Tanjung lebar 1 (non hibrida), sedangkan varietas yang hibrida meliputi: Nenggala 1, Kresna, Salero, Taro, Lado, CTH 01, dan Arimbi.

2. Melakukan pemupukan berimbang yaitu: 150 – 200 kg Urea, 450- 500 kg Za, 100- 150 kg TSP/SP-36, dan 100 – 150 kg KCl serta 20 -30 ton pupuk organik /ha.

3. Pada dataran tinggi dapat dilakukan Intercropping antara tanaman cabai dan tomat, selain dapat mengurangi serangan hama/penyakit juga dapat meningkatkan hasil panen

4. Dengan menggunakan mulsa plastik perak untuk dataran tinggi, dan jerami padi pada dataran rendah, yang dapat mengurangi infestasi antraknose terutama pada musim hujan.

5. Melakukan pemangkasan pada bagian tanaman yang terserang dan memusnahkannya

6. Mengatur waktu tanam, agar saat panen tidak jatuh pada musim hujan

7. Mengatur jarak tanam dengan tujuan menjaga kelembaban

8. Melakukan monitoring tiap 7 hari sekali dan jika terdapat lebih dari 10 % serangan, maka lakukan penyemprotan dengan menggunakan fungisida klorotalonil (Daconil 500 F) atau jenis Prifineb ( Antracol 70 WP ) dengan dosis 2 gram/lit

1 komentar:

  1. Mas coba pakai b.a. Metiltiopanat (Dense 520 SC)/ Benomil (Benlox 50 WP) di mix dengan Mancozeb (Cozeb 80 WP)...pasti ok

    BalasHapus